Selasa, 21 Desember 2010

PENYAKIT PARKINSON

Parkinsons


Penyakit Parkinson pertama kali diperkenalkan secara tertulis dalam   “an essay on the shaking palsy” oleh James Parkinson pada tahun 1817 di London. James Parkinson menggunakan istilah paralisis agitans atau shaking palsy1,2. Mula-mula digambarkan oleh James Parkinson berupa gerakan tremolous diluar kemauan dengan menurunnya kekuatan motorik dalam keadaan tidak beraktivitas dan bahkan disokong oleh kecenderungan badan membungkuk dan beralih dari kecepatan berjalan kepada kecepatan berlari. Sedangkan perasaan dan intelek tidak terganggu3.
Sebenarnya penyakit ini sudah ada ribuan tahun yang lalu seperti dalam ayurveda, sistem praktek dan pengobatan di Indiapada awal 5000 tahun sebelum masehi dan dalam teks Kedokteran Cina yang pertama (Neijing) 2500 thun yang lalu1.
DEFINISI
Penyakit Parkinson adalah suatu penyakit yang ditandai oleh tremor saat istirahat, rigiditas, bradikinesia dan hilangnya refleks postural6, dan secara patologi berupa degenerasi neuron berpigmen neuromielanin terutama di pars kompakta nigra yang disertai adanya inklusi sel neuron eusinofilik (Lewys bodies)2,4.


ETIOLOGI
Penyakit Parkinson biasanya timbul mengikuti serangan Ensefalitis Epidemik atau oleh karena Aterosklerosis Serebral, keracunan mangan atau karbon monoksida, trauma pada kepala, neurosifilis atau kecelakaan serebrovaskular. Faktor pemicu yang menjadi penyebab, sering tidak diketahui. Walaupun faktor etiologi tidak ditemukan pada mayoritas kasus, telah ditemukan suatu toksin yang dihubungkan dengan terjadinya penyakit Parkinson pada mereka yang terpajan, yaitu MPTP (N-metil-4-fenil-1,2,3,6-tetrahidropiridin). Parkinsonisme, dengan etiologi apapun, menunjukkan adanya defisiensi dopamin di korpus striatum5.
EPIDEMIOLOGI
Insidens Dan Mortalitas
Penyakit Parkinson ditemukan diseluruh bangsa di dunia dengan insidens yang berbeda-beda untuk tiap negara. Suatu studi di Rochester Minnesota ditemukan bahwa terdapat kurang lebih 20 kasus baru tiap tahun per 100.000 penduduk dengan prevalensi 157 orang per 100.000 penduduk. Dan hanya 20 % yang dapat menyebabkan kematian6. Distribusi Parkinson pada laki-laki dan perempuan hampir seimbang yaitu 5 : 4.7
Di Amerika Utara kurang lebih 1.000.000 penduduk terkena penyakit ini, dimana sekitar 1 % terdapat pada penduduk yang berusia lebih dari 65 tahun. Insidens di seluruh bagian kotadi Amerika Utara hampir sama. Angka kematian kasar di Amerika pada tahun 1962 – 1975 sekitar     1,4 – 1,6 % per 100.000 penduduk7.
Paralisis Agitans (shaking Palsy)
Jumlah terbesar dari kasus-kasus parkinsonism berbeda pada katagori paralisis agitans (Parkinson Disease). Penyakit biasanya bermula antara usia 50 dan 65 tahun, walaupun pernah dijumpai bentuk juvenile. Parkinson disease terjadi pada laki-laki dan perempuan, pada semua ras di dunia. Walaupun tidak ada bukti yang mengindikasikan faktor herediter, namun diklaim oleh beberapa peneliti bahwa ada keterlibatan familial. 
Gambaran patologis yang karakteristik adalah hilangnya neuron-neuron dan depigmentasi pada substansia nigra, khususnya pada zon compakta. Juga, hilangnya sel-sel dan depigmentasi terjadi pada locus ceruleus dan nukleus vagal dorsalis pada brain stem. Daerah tersebut juga memperlihatkan badan inklusi intra seluler (intracelluler body inclusion) yang disebut lewy body. Sifat dari badan inklusi ini belum diketahui pasti, tapi asalnya bukanlah viral. Walaupun patogenesis dari parkinson disease tidaklah diketahui, namun fakta yang menunjukkan bahwa penyakit ini muncul pada usia lanjut memberi pemikiran bahwa penyakit ini mungkin berhubungan dengan proses penuaan sel-sel neuronal, khususnya pada individu-individu yang sel-sel nigranya sangat rentan. Enzim-enzim yang dibutuhkan untuk membuang metabolisme katekolamin, mungkin merupakan faktor pada penyakit parkinson. Hudrogen peroksida adalah by-produk dari metabolisme katekolamin dan pembuangannya tergantung pada enzim-enzim peroksidase dan katalase. Enzi-enzim ini normalnya tinggi pada substansia nigra dan mengalami penurunan seiring penuaan umur, tapi akan lebih menurun pada penderita parkinson. Reduksi enzim-enzim ini akan mengakibatkan akumulasi hidrogen peroksida dan produk toksik lainnya yang kemudian menyebabkan destruksi sel-sel nigra dan hilangnya tirosin hidroksilaseyang adalah enzim yang bertanggung jawab atas produksi dopamin.8
PATOGENESIS
Penurunan dopamin dalam korpus striatum mengacaukan keseimbangan antara dopamin (penghambat) dan asetilkolin (perangsang). Inilah yang menjadi dasar dari kebanyakan gejala penyakit parkinson9,10. Sampai saat ini belum diungkapkan dengan baik bagaimana berkurangnya dopamin di striatum yang menyebabkan gejala parkinson (tremor, rigiditas, dan aknesia)
Suatu teori mengemukakan bahwa munculnya tremor diduga oleh karena dopamin yang disekresikan dalam nukleus kaudatus dan putamen berfungsi sebagai penghambat yang merusak neuron dopamingik di substansia nigra sehingga menyebabkan kaudatus dan putamen menjadi sangat aktif dan kemungkinan menghasilkan signal perangsang secara terus menerus ke sistem pengaturan motorik kortikospinal. Signal ini diduga merangsang otot bahkan seluruh otot sehingga menimbulkan kekakuan dan melalui mekanisme umpan balik mengakibatkan efek inhibisi penghambat dopamin akan hilang sehingga menimbulkan tremor.11
Akinesia didiga disebabkan oleh karena adanya penurunan dopamin di sistim limbic terutama nukleus accumbens, yang diikuti oleh menurunnya sekresi dopamin di ganglia basalis. Keadaan ini menyebabkan menurunnya dorongan fisik untuk aktivasi motork begitu besar sehingga timbul akinesia.11
PATOLOGI
Secara makroskopis, substansia nigra dan locus seruleus mengalami depigmentasi dan dari pemeriksaan makroskopis pada daerah tersebut ditemukan hilangnya neuron yang mengandung melanin. Pada beberapa neuron yang tersisa ditemukan badan lewy, yaitu inklusi dalam sitoplasma yang berbentuk bulat sampai memanjang, bersifat osmofilik dengan porosnya yang padat dikelilingi oleh lingkaran yang lebih jernih.
Secara histologis, terdapat degenerasi dari jalur nigrostratia dopaminergik, dengan hilangnya badan-badan sel dari substansia nigra, degenerasi akso dan sinaps di dalam striatum dengan akibat berkurangnya isi dopamin dalam striatum.
PATOFISIOLOGI
Secara patofisiologi diketahui bahwa pada penyakit parkinson terjadi gangguan keseimbangan neuro-humoral di ganglia basal, khususnya traktur nigrostriatum dalam sistem ekstrapiramidal5. Ehringer dan Hornykiewiez mengungkapkan bahwa kemusnahan neuron di pars kompakta substansia nigra yang dopaminergik itu merupakan lesi utama yang mendasari penyaki parkinson12.
Korpus striatum sebagian terdiri dari kolinergik. Komponen kolinergik yang merangsang dan komponen dopaminergik yang menghambat terdapat dalam suatu keseimbangan yang dinamis. Bilamana kondisi dopaminergik striatal lebih unggul daripada kondisi kolinergik striatal, yang berarti bahwa dalam striatum terdapat jumlah dopamin yang jauh lebih banyak dari asetilkolin, maka timbul sindrom yang menyerupai Korea Huntington, suatu gerak berlebihan dan tak bertujuan yang tidak dapat dikendalikan. Sebaliknya, bilamana terjadi disproporsi fungsional antara kedua komponen tersebut dengan meningkatnya fungsi komponen kolinergik akan menimbulkan sindrom Parkinson. Pada penyakit parkinson, baik yang idiopatik maupun yang simptomatik, konsentrasi dopamin di dalam korpus striatum dan substansia nigra sangat kurang sehingga kondisi di korpus striatum lebih kolinergik daripada dopaminergik. Menurunnya jumlah dopamin dan zat metabolitnya yang dinamakan Homovanilic Acid (HVA) di kedua bangunan itu berkolerasi secara relevan dengan derajat kemusnahan nneeeeuron di substansia nigra pars kompakta.5,13
MPTP (N-metil-4-fenil-1,2,3,6-tetrahidropiridin), suatu senyawa komersial untuk sintesis organik, secara eksperimental pada primata menyebabkan sindrom serupa penyakit Parkinson. Parkinsonisme akibat MPTP serupa dengan parkinsonisme idiopatik dari segi patologi maupun biokimiawi dan memberikan espon baik terhadap levodopa. Diduga zat mirip MPTP tersebar luas di lingkungan dan pajanan berulang terhadap zat tersebut dalam jumlah kecil ditambah proses ketuaan menyebabkan terjadinya parkinsonisme. Kemudian diketahui bahwa yang bersifat toksik bukan MPTPsendiri melainkan metabolitnya ion 1-meti-4-fenil-piperidin (MPP+). Reaksi ini membutuhkan aktivasi oleh MAO-B (Mono-aminooksidase).5
Hipotesis lain adalah mengenai radikal bebas yang di duga mendasari banyak penyakit degeneratif termasuk penyakit Parkinson. Hal ini disokong dengan ditemukannya penimbunan Fe di substansia nigra (ferum meningkatkan produksi radikal hidroksil).5
GAMBARAN KLINIS
Onset penyakit ini biasanya tersembunyi, berangsur-angsur, dan berkembang dengan perlahan. Penderita dapat mengeluh peningkatan rigiditas dan tremor, imobilisasi ekspresi wajah, perlambatan gerakan, dan rasa berat pada tungkai dan lengan saat berjalan. 
Tremor pada penyakit Parkinson memperlihatkan sifat-sifat yang khas. Tremor dialami pada waktu istirahat, hilang bila hendak memulai gerakan tangkas yang sedang dilakukan sudah pada tahap penghentiannya. Tremor hilang waktu tidur dan menjadi hebat karena emosi. Anggota gerak yang tremoradalah lengan, tangan dan jari-jari. Yang bertremor khas adalah jari-jari tangan, seperti memulung-mulung pil (pill rolling). Frekuensinya adalah 2 – 7 detik. Ada kalanya kaki dan jari-jarinya, lidah, bibir, rahang bawah dan kepala dapat gemetar.14
Rigiditas ditemukan pada pemeriksaan, terutama pada otot-otot fleksor leher, thoraks, tungkai dan lengan. Hal ini akan menunjukkan suatu sikap fleksi tubuh yang khas atau flexed posture. 
Bradikinesia atau kelambatan gerak terjadi dalam berbagai gerakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti gerakan tangan atau jari untuk berdandan, menulis, menggunakan sendok garpu, menggaruk-garuk, atau memasang kancing. Gerakan otot-otot wajah serta otot-otot bulbar kehilangan kelincahan dan keluwesan. Raut muka penderita Parkinson tidak bercahaya dan tidak hidup, menyerupai raut muka topeng.14 
Gaya berjalan penyakit Parkinson adalah dengan sikap tubuh bagian atas berfleksi pada sendi lutut dan panggul serta kedua lengan melekat pada samping badan dengan posisi fleksi di siku dan pergelangan tangan. Langkah gerakan berjalan dilakukan setengah seret dan jangkauannya pendek-pendek. 
DIAGNOSIS
Bila terdapat tremor, rigiditas dan bradikinesia, penyakit Parkinson harus dibedakan dari penyakit Parkinson sekunder oleh ada atau tidaknya riwayat penggunaan obat yang relevan. Tremor harus dibedakan dengan tremor senilis, tremor esensial atau tremor metabolik. Tremor-tremor tersebut tidak terdapa pada saat istirahat dan lebih terlihat pada gerakan-gerakan volunter. Rigiditas harus dibedakan dengan spastisitas,dengan melakukan pergerakan pasif pada tungkai dan lengan, spastisitas akan lebih dirasakan pada awal gerakan dibanding pada seluruh jangkauan gerak. Badikinesia harusdibedakan dengan gangguan gait pada hidrosefalus pada tekanan normal. 15
PENGOBATAN
A.  MEDIKAMENTOSA
Berdasarkan konsep keseimbangan komponen dopaminergik-kolinergik, kemoterapi penyakit Parkinson dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan obat yang bersifat dopaminergik sentral dan dengan obat yang berefek antikolinergik sentral. Selain itu dikembangkan penghambat MAO-B berdasarkan konsep pengurangan pembentukan zat radikal bebas. Pilihan obat Parkinson dapat dilihat pada     tabel 1. 




Tabel 1. Pilihan obat penyakit Parkinson
I.     Obat dopaminergik sentral
a.    Levodopa
b.    Bromokriptin
c.    Perangsang SSP :
w     Dekstroamfetamin
w     Metamfetamin
w     Metilfenidat
II.   Obat Anti Kolinergik Sentral
a.    Senyawa Parasimpatolitik
w     Triheksifenidil
w     Biperiden
w     Sikrimin
w     Prosiklidin
w     Benztropin Mesilat
w     Karamifen
b.    Senyawa Anti Histamin
w     Difenhidramin
w     Klorfenoksamin
w     Orfenadrin
w     Fenindamin
c.    Derifat Fenotiazin
w     Etoprapazin
w     Prometazin
w     Dietazin
III.  Obat Dopamino-antikolinergik
a.    Amantadin
b.    Antidepresan Trisiklik
w     Imipramin
w     Amitriptin
IV.  Penghambat MAO-B
     
B.   TINDAKAN UMUM
Bagi penderita Parkinson dapat diberikan fisioterpi berupa terapi wicara. Fisioterapi juga diarahkan untuk mempertahankan mobilitas sendi, menghindari kelainan sikap anggota gerak badan, koreksi terhadap kelainan sikap anggota gerak badan serta mempertahankan gaya berjalan yang normal.3
C.   TINDAKAN BEDAH
Secara umum tindakan bedah (Thalamotomi ventrolateral dan Pallidektomi) memberikan hasil yang paling baik pada Parkinsonisme idiopatik dengan gejala unilateral pada penderita dibawah umur 65 tahun. Kontraindikasi untuk tindakan bedah ini adalah akinesia yang berat, ateroma serebral yang luas, demensia dan hipertensi berat.16 
DAFTAR PUSTAKA
1.    Nuartha BN. : Penyakit Parkinson dan Parkinsonismus. Dalam Harsono (editor). Kapita Selekta Neurologi. Edisi I. Yogyakarta University, 1996 : 331 – 9.
2.    Calkins – Davis – Ford. : Other Neurologikal Disease Of The Elderly. In : The Practice of Geriatrics. By : Fletcher Midwell.PhiladelphiaAugust 22th 1986 : 225 – 30.
3.    Chusid. : Penyakit Degenerofid Pada SSP. Dalam : Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional. Alih bahasa : H. Andri. UGM Press1993 : 636 – 40.
4.    Richard B. : Multiple Scleosis and Parkinson’s Disease Rehabilitation. In : Principles of Neurology Rehabilitation, 1998 : 188.
5.    Vincent, HS., Gan, S. : Obat Penyakit Parkinson dan Pelemas Otot Yang Bekerja Sentral. Dalam : Ganiswara, SG, et al : Farmakologi dan Terapi Edisi ke-1. Gaya Baru. Jakara, 1995 : 175 – 88.
6.    Hughes, AJ., et al. : Accuracy of Clinical Diagnosa of Idiopathic Parkinson’s Disease. In : Aclinicopathologycal Study of 100 cases. J Neurology Neurosurgery Psychiatri 1992 : 181.
7.    Lombardo, MC. : Penyakit Degeneratif dan Gangguan Lin Pada Sistem Saraf. Dalam : Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Oleh : Price SA. Wilson LM. Edisi IV. Jakarta: EGC 1995 : 988 – 93.
8.    Merritt’s. : Parkinsonism. In : Text Book of Neurology. 7th ed. Lewis, P, Rowland, M, D. New York. 1984 : 536 – 7.
9.    Brain. : Clinical Neurology. 6th ed. ELBS Oxford UniversityPress. 1887 : 512 – 3.
10. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia., Buku AjarNeurologi KlinisEdisi I. Yogyakarta : Gajahmada UniversityPress 1996 : 223 – 8.
11. Guyton Hall. : Serebelum Ganglia Basalais dan Seluruh Pengatur Motorik. Dalam : Fisiologi Kedokteran. Edisi 9Jakarta EGC 1997 : 904 – 5.
12. Morris., JH. : Sistem Saraf. Dalam Robbins, SI., Kumar, V. Editor. Buku Ajar Patologi II. Alih Bahasa : Lunardhi, JH. Santoso, R. Edisi ke-4. EGC. Jakarta 1995 : 474 – 510.
13. Sidharta., P., Mardjono, M. Patofisiologi Susunan Neuromuskular. Dalam : Nurologi Klinis Dasar. Edisi ke-6. Dian Rakyat. Jakarta. 1997 : 20 – 66.
14. Sidharta., P. : Gerakan Volunter Dalam Praktek Umum. Dian Rakyat. Jakarta. 1994 : 362 – 95.
15. Linsay, KW., Bone, I., Cellender, R. : Localized Neurological Disease and Its Management. In : Neurology and Neurosurgery Illustrated. 2nd ed. Churchill Livingstone. New York. 1991 : 213 – 371. 
16. Brain, L. : Ekstrapyramidal Syndromes. In : Disease of The Nervous Sistem. 9th ed. John Walton. New York.             1985 : 322 – 43.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar