Kamis, 28 Oktober 2010

SEPSIS NEONATORUM

SEPSIS NEONATORUM

2.1 Definisi
Sepsis adalah sindrome yang di karakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah, yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septik.(Marilynn E. Doenges, 1999).
Sepsis adalah bakteri umum pada aliran darah. (Donna L. Wong, 2003).

Sepsis neonatorum atau septikemia neonatal didefinisi sebagai infeksi bakteri pada
aliran darah bayi selama empat minggu pertama kehidupan. (Bobak, 2004).

Sepsis adalah infeksi bakteri generalisata yang biasanya terjadi pada bulan pertama
kehidupan. (Mary E. Muscari, 2005).

Neonatus sangat rentan karena respon imun yang belum sempurna. Angkamortalitas telah berkurang tapi insidennya tidak. Faktor resiko antara lain, prematuritas,prosedur invasif, penggunaan steroid untuk masalah paru kronis, dan pajanan nosokomialterhadap patogen. Antibodi dalam kolostrum sangant efeektif melawan bakteri gramnegatif, oleh sebab itu, menyusui ASI memberi manfaat perlindungan terhadap infeksi

2.2 Etiologi
Infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara. Blanc (1961) membaginya
menjadi 3 golongan, yaitu:

1.Infeksi antenatal
Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Di sini kuman itumelalui batas plasenta dan menyebabkan intervilositis. Selanjutnya infeksimelalui sirkulasi umbilikus dan masuk ke janin.

2.Infeksi intranatal
Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi dari pada cara lain.Mikroorganisme dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelahketuban pecah. Ketuban pecah lama (jarak waktu antara pecahnya ketuban danlahirnya bayi lebih dari 12 jam) memunyai peranan penting terhadap timbulnyaplasentitis dan amnionitis. Infeksi dapat pula terjadi walaupun ketuban masihutuh (misalnya ada partus lama dan seringkali dilakukan manipulasi vagina).

3.Infeksi pascanatal
Infeksi ini terjadi sesudah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi berakibatfatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat penggunaan alatatau akibat perawatan yang tidak steril atau akibat infeksi silang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sepsis pada bayi baru lahir dapat di bagi
menjadi tiga kategori :
• Faktor maternal : ruptur selaput ketuban yang lama, persalinan prematur,amnionitis klinis, demam maternal, manipulasi berlebihan selama prosespersalinan, dan persalinan yang lama.
• Faktor lingkungan : yang dapat menjadi faktor predisposisi bayi selama sepsismeliputi, tetapi tidak terbatas pada, buruknya praktik cuci tangan dan teknikperawatan, kateter umbilikus arteri dan vena, selang sentral, berbagaipemasangan kateter, selang endootrakea, teknologi invasif, dan pemberian susuformula

Faktor penjamu : jenis kelamin laki-laki, bayi prematur, berat lahir rendah, dan
kerusakan mekanisme pertahanan diri penjamu. (Bobak, 2004)

Bakteri, virus, jamur, dan protozoa (jarang) dapat menyebabkan sepsis neonatus.Penyebab yang paling sering dari sepsis mulai awal adalah streptokokus group B (SGB)dan bakteri enterik yang didapat dari saluran kemih ibu. Sepsi mulai akhir disebabkanoleh SGB, virus herpes simpleks (HSV), entero virus dan E. Coli K1. Pada bayi denganberat badan lahir sangat rendah, candida dan stafilokokus koagulase negatif (CONS),merupakan patogen yang paling umum mulai akhir. (Nelson, hal. 653)

2.3 Patofisiologi
Neonatus sangat rentan terhadap infeksi sebagai akibat rendahnya imunitas nonspesifik (inflamasi) dan spesifik (humoral), seperti rendahnya fagositosis, keterlambatanrespon kemotaksis, minimal atau tidak adanya imunoglobulin A dan imunoglobulin M(IgA dan IgM), dan rendahnya kadar komplemen.
Sepsis pada periode neonatal dapat diperoleh sebelum kelahiran melalui plasentadari aliran darah maternal atau selama persalinan karena ingesti atau aspirasi cairanamnion yang terinfeksi.
Sepsis awal (kurang dari 3 hari) didapat dalam periode perinatal, infeksi dapatterjadi dari kontak langsung dengan organisme dari saluran gastrointestinal ataugenitourinaria maternal. Organisme yang paling sering menginfeksi adalah streptokokusgroup B (GBS) dan escherichia coli, yang terdapat di vagina. GBS muncul sebagaimikroorganisme yang sangat virulen pada neonatus, dengan angka kematian tinggi(50%) pada bayi yang terkena Haemophilus influenzae dan stafilokoki koagulasi negatifjuga sering terlihat pada awitan awal sepsis pada bayi BBLSR.
Sepsis lanjut (1 sampai 3 minggu setelah lahir) utamanya nosokomial, danorganisme yang menyerang biasanya stafilokoki, klebsiella, enterokoki, danpseudomonas. Stafilokokus koagulasi negatif, baiasa ditemukan sebagai penyebabseptikemia pada bayi BBLR dan BBLSR. Invasi bakterial dapat terjadi melaluitampatseperti puntung tali pusat, kulit, membran mukosa mata, hidung, faring, dantelinga, dan sistem internal seperti sistem respirasi, saraf, perkemihan, dangastrointestinal
Infeksi pascanatal didapat dari kontaminasi silang dengan bayi lain, personel, ataubenda – benda dilingkungan. Bakteri sering ditemukan dalam sumber air, alat pelembab,pipa wastafel, mesin penghisap, kebanyakan peralatan respirasi, dan kateter vena danarteri terpasang yang digunakan untuk infus, pengambilan sampel darah, pemantauantanda vital. (Donna L. Wong, 2009).

Proses patofisiologi sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik.
Pelepasan endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium
perubahan ambilan dan penggunaan oksigen terhambatnya fungsi mitokondria, dankekacauan metabolik yang progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat, complemencascade menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunanperfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok, yang mengakibatkan disseminatedintravaskular coagulation (DIC) dan kematian.( Bobak, 2004).
Penderita dengan gangguan imun mempunyai peningkatan resiko untukmendapatkan sepsis nosokomial yang serius. Manifestasi kardiopulmonal pada sepsisgram negatif dapat ditiru dengan injeksi endotoksin atau faktor nekrosis tumor (FNT).Hambatan kerja FNT oleh antibodi monoklonal anti-FNT sangat memperlemahmanifestasi syok septik. Bila komponen dinding sel bakteri dilepaskan dalam alirandarah, sitokin teraktivasi, dan selanjutnya dapat menyebabkan kekacauan fisiologis lebihlanjut.Baik sendirian ataupun dalam kombinasi, produk-produk bakteri dan sitokin
proradang memicu respon fisiologis untuk menghentikan penyerbu (invader) mikroba.FNT dan mediator radang lain meningkatkan permeabilitas vaskuler, dan terjadinyaketidakseimbangan tonus vaskuler, dan terjadinya ketidakseimbangan antara perfusi dankenaikan kebutuhan metabolik jaringan.
Syok didefinisikan dengan tekanan sistolik dibawah persentil ke-5 menurut umuratau didefinisikan dengan ekstremitas dingin. Pengisian kembali kapiler yanng terlambat(>2 detik) dipandang sebagai indikator yang dapat dipercaya pada penurunan perfusiperifer. Tekanan vaskuler perifer pada syok septik (panas) tetapi menjadi sangat naikpada syok yang lebih lanjut (dingin). Pada syok septik pemakaian oksigen jaringanmelebihi pasokan oksigen. Ketidakseimbangan ini diakibatkan oleh vasodilatasi periferpada awalnya, vasokonstriksi pada masa lanjut, depresi miokardium, hipotensi,insufisiensi ventilator, anemia. (Nelson, 1999)

Septisemia menunjukkan munculnya infeksi sistemik pada darah yang disebabkanoleh penggandaan mikroorganisme secara cepat atau zat-zat racunnya, yang dapatmengakibatkan perubahan psikologis yang sangat besar. Zat-zat patogen dapat berupabakteri, jamur, virus, maupun riketsia. Penyebab yang paling umum dari septisemiaadalah organisme gram negatif. Jika perlindungan tubuh tidak efektif dalam mengontrolinvasi mikroorganisme, mungkin dapat terjadi syok septik, yang dikarakteristikkkan
dengan perubahan hemodinamik, ketidakseimbangan fungsi seluler, dan kegagalan
sistem multipel. (Marilynn E. Doenges, 1999).

Manifestasi klinis
•Umum : panas, hipotermia, tampak tidak sehat, malas minum, letargi, sklerema.
•Saluran cerna : distensi abdomen, anoreksia (nafsu makan buruk), muntah, diare,
hepatomegali.
•Saluran nafas : apneu, dispneu, takipneu, retraksi, nafas tidak teratur, merintih,
sianosis.
•Sistem kardiovaskuler : pucat, sianosis, kutis marmorata, kulit lembab, hipotensi,
takikardia, bradikardia.
•Sistem saraf pusat : iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, aktivitas menurun-letargi, koma, peningkatan atau penurunan tonus, gerakan mata abnormal, ubun-ubun membonjol.
•Hematologi : pucat, ptekie, purpura, perdarahan, ikterus.
•Sistem sirkulasi : pucat, sianosis, kulit dingin, hipotensi, edema, denyut jantung
tidak beraturan. (Kapita Selekta, 2000)

perdarahan pasca persalinan / hemoragic postpartum

PERDARAHAN PASCA PERSALINAN (HEMORAGIG POSTPARTUM)

pendarahan pasca persalinan (post partum) adalah pendarahan pervaginam 500ml atau lebih sesudah anak lahir. perdarahan merupakan penyebab kematian nomorsatu (40%-60%) kematian ibu melahirkan di indonesia. pendarahan pasca persalinandapatdisebabkan oleh atonia uteri, sisa plasenta, retensio plasenta, inversio uteri,laserasi jalan lahir dan gangguan pembekuan darah.
klasifikasi klinis
1) perdarahan pasca persalinan dini (early postpartum haemorrhage, atauperdarahan postpartum primer, atau perdarahan pasca persalinan segera).perdarahan pasca persalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama. penyebabutama perdarahan pasca persalinan primer adalah atonia uteri, retensio plasenta,sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri. terbanyak dalam 2 jampertama.
2) perdarahan masa nifas (pph kasep atau perdarahan persalinan sekunder atau
perdarahan pasca persalinan lambat, atau late pph). perdarahan pascapersalinan sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. perdarahan pasca persalinan sekundersering diakibatkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisaplasenta yang tertinggal.
gejala klinis
gejala klinis berupa pendarahan pervaginam yang terus-menerus setelah bayilahir. kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-tanda syok yaitupenderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitasdingin, dan lain-lain. penderita tanpa disadari dapat kehilangan banyak darah sebelumia tampak pucat bila pendarahan tersebut sedikit dalam waktu yang lama.
diagnosis
perdarahan yang langsung terjadi setelah anak lahir tetapi plasenta belum lahirbiasanya disebabkan oleh robekan jalan lahir. perdarahan setelah plasenta lahir,biasanya disebabkan oleh atonia uteri. atonia uteri dapat diketahui dengan palpasi uterus ; fundus uteri tinggi di atas pusat, uterus lembek, kontraksi uterus tidak baik.sisa plasenta yang tertinggal dalam kavum uteri dapat diketahui dengan memeriksaplasenta yang lahir apakah lengkap atau tidak kemudian eksplorasi kavum uteriterhadap sisa plasenta, sisa selaput ketuban, atau plasenta suksenturiata (anakplasenta). eksplorasi kavum uteri dapat juga berguna untuk mengetahui apakan adarobekan rahum. laserasi (robekan) serviks dan vagina dapat diketahui denganinspekulo. diagnosis pendarahan pasca persalinan juga memerlukan pemeriksaanlaboratorium antara lain pemeriksaan hb, cot (clot observation test), kadarfibrinogen, dan lain-lain

faktor-faktor yang mempengaruhi perdarahan pascapersalinan
1.perdarahan pascapersalinan dan usia ibu
wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahunmerupakan faktor risiko terjadinya perdarahan pascapersalinan yang dapatmengakibatkan kematian maternal. hal ini dikarenakan pada usia dibawah 20tahun fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang dengan sempurna,sedangkan pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudahmengalami penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal sehinggakemungkinan untuk terjadinya komplikasi pascapersalinan terutama perdarahanakan lebih besar. perdarahan pascapersalinan yang mengakibatkan kematianmaternal pada wanita hamil yang melahirkan pada usia dibawah 20 tahun 2-5 kalilebih tinggi daripada perdarahan pascapersalinan yang terjadi pada usia 20-29tahun. perdarahan pascapersalinan meningkat kembali setelah usia 30-35tahun
2.perdarahan pascapersalinan dan gravida
ibu-ibu yang dengan kehamilan lebih dari 1 kali atau yang termasuk multigravidamempunyai risiko lebih tinggi terhadap terjadinya perdarahan pascapersalinan dibandingkan dengan ibu-ibu yang termasuk golongan primigravida (hamilpertama kali). hal ini dikarenakan pada multigravida, fungsi reproduksi mengalami penurunan sehingga kemungkinan terjadinya perdarahan pascapersalinan menjadi lebih besar.
3.perdarahan pascapersalinan dan paritas
paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut perdarahanpascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. paritas satu danparitas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai angka kejadian perdarahanpascapersalinan lebih tinggi. pada paritas yang rendah (paritas satu),ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan yang pertama merupakan faktorpenyebab ketidakmampuan ibu hamil dalam menangani komplikasi yang terjadiselama kehamilan, persalinan dan nifas.
4.perdarahan pascapersalinan dan antenatal care
tujuan umum antenatal care adalah menyiapkan seoptimal mungkin fisik danmental ibu serta anak selama dalam kehamilan, persalinan dan nifas sehinggaangka morbiditas dan mortalitas ibu serta anak dapat diturunkan.
pemeriksaan antenatal yang baik dan tersedianya fasilitas rujukan bagi kasusrisiko tinggi terutama perdarahan yang selalu mungkin terjadi setelah persalinanyang mengakibatkan kematian maternal dapat diturunkan. hal ini disebabkan karena dengan adanya antenatal care tanda-tanda dini perdarahan yang berlebihandapat dideteksi dan ditanggulangi dengan cepat.
5.perdarahan pascapersalinan dan kadar hemoglobin
anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan nilai hemoglobindibawah nilai normal. dikatakan anemia jika kadar hemoglobin kurang dari 8gr%. perdarahan pascapersalinan mengakibatkan hilangnya darah sebanyak 500ml atau lebih, dan jika hal ini terus dibiarkan tanpa adanya penanganan yang tepatdan akurat akan mengakibatkan turunnya kadar hemoglobin dibawah nilai normal

komplikasi perdarahan pascapersalinan
disamping menyebabkan kematian, perdarahan pascapersalinan memperbesarkemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita berkurang. perdarahanbanyak kelak bisa menyebabkan sindrom sheehan sebagai akibat nekrosis padahipofisisis pars anterior sehingga terjadi insufisiensi pada bagian tersebut. gejalanyaadalah asthenia, hipotensi, anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkankakeksia, penurunan fungsi seksual dengan atrofi alat alat genital, kehilangan rambutpubis dan ketiak, penurunan metabolisme dengan hipotensi, amenore dan kehilanganfungsi laktasi

penanganan perdarahan pascapersalinan
penanganan perdarahan pasca persalinan pada prinsipnya adalah hentikanperdarahan, cegah/atasi syok, ganti darah yang hilang dengan diberi infus cairan(larutan garam fisiologis, plasma ekspander, dextran-l, dan sebagainya), transfusidarah, kalau perlu oksigen. walaupun demikian, terapi terbaik adalah pencegahan.mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus kasus yang disangkaakan terjadi perdarahan adalah penting. tindakan pencegahan tidak saja dilakukansewaktu bersalin, namun sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan “antenatalcare” yang baik. ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan postpartum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit. di rumah sakit, diperiksakadar fisik, keadaan umum, kadar hb, golongan darah, dan bila mungkin tersediadonor darah. sambil mengawasi persalianan, dipersiapkan keperluan untuk infus danobat-obatan penguat rahim
                anemia dalam kehamilan, harus diobati karena perdarahan dalam batas batasnormal dapat membahayakan penderita yang sudah menderita anemia. apabilasebelumnya penderita sudah pernah mengalami perdarahan post partum, persalinanharus berlangsung di rumah sakit. kadar fibrinogen perlu diperiksa pada perdarahanbanyak, kematian janin dalam uterus, dan solutio plasenta
dalam kala iii, uterus jangan dipijat dan didorong kebawah sebelum plasentalepas dari dindingnya. penggunaan oksitosin sangat penting untuk mencegahperdarahan pascapersalinan. sepuluh satuan oksitosin diberikan intramuskular segerasetelah anak lahir untuk mempercepat pelepasan plasenta. sesudah plasenta lahir,hendaknya diberikan 0,2 mg ergometrin, intramuskular. kadang-kadang pemberianergometrin setelah bahu depan bayi lahir pada presentasi kepala menyebabkanplasenta terlepas segera setelah bayi seluruhnya lahir; dengan tekanan pada fundusuteri, plasenta dapat dikeluarkan dengan segera tanpa banyak perdarahan. namunsalah satu kerugian dari pemberian ergometrin setelah bahu bayi lahir adalahterjadinya jepitan (trapping) terhadap bayi kedua pada persalinan gameli yang tidakdiketahui sebelumnya. pada perdarahan yang timbul setelah anak lahir, ada dua halyang harus segera dilakukan, yaitu menghentikan perdarahan secepat mungkin danmengatasi akibat perdarahan. tetapi apabila plasenta sudah lahir, perlu ditentukanapakah disini dihadapi perdarahan karena atonia uteri atau karena perlukaan jalan lahir
dalam kala iii, uterus jangan dipijat dan didorong kebawah sebelum plasentalepas dari dindingnya. penggunaan oksitosin sangat penting untuk mencegahperdarahan pascapersalinan. sepuluh satuan oksitosin diberikan intramuskular segerasetelah anak lahir untuk mempercepat pelepasan plasenta. sesudah plasenta lahir,hendaknya diberikan 0,2 mg ergometrin, intramuskular. kadang-kadang pemberianergometrin setelah bahu depan bayi lahir pada presentasi kepala menyebabkanplasenta terlepas segera setelah bayi seluruhnya lahir; dengan tekanan pada fundusuteri, plasenta dapat dikeluarkan dengan segera tanpa banyak perdarahan. namunsalah satu kerugian dari pemberian ergometrin setelah bahu bayi lahir adalahterjadinya jepitan (trapping) terhadap bayi kedua pada persalinan gameli yang tidakdiketahui sebelumnya. pada perdarahan yang timbul setelah anak lahir, ada dua halyang harus segera dilakukan, yaitu menghentikan perdarahan secepat mungkin danmengatasi akibat perdarahan. tetapi apabila plasenta sudah lahir, perlu ditentukanapakah disini dihadapi perdarahan karena atonia uteri atau karena perlukaan jalan lahir
Atonia Uteri
Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelahpersalinan sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidakmampu menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri ini adalahterjadinya pendarahan. Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh darahyang terbuka pada bekas menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau lepaskeseluruhan. Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakanbagian yang terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan pendarahan pascapersalinan. Miometrum lapisan tengahtersusun sebagai anyaman dan ditembus oehpembuluh darah. Masing-masing serabut mempunyai dua buah lengkungan sehinggatiap-tiap dua buah serabut kira-kira berbentuk angka delapan. Setelah partus, denganadanya susunan otot seperti tersebut diatas, jika otot berkontraksi akan menjepitpembuluh darah. Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi ini akanmenyebabkan terjadinya pendarahan pasca persalinan
Atonia uteri merupakan penyebab tersering dari pendarahan pasca persalinan.
Sekitar 50-60% pendarahan pasca persalinan disebabkan oleh atonia uteri.
Faktor-faktor predisposisi atonia uteri antara lain :
- Grandemultipara
-Uterus yang terlalu regang (hidramnion, hamil ganda, anak sangat besar (BB >
4000 gram)
-Kelainan uterus (uterus bicornis, mioma uteri, bekas operasi)
-Plasenta previa dan solutio plasenta (perdarahan antepartum
- Partus lama (exhausted mother)
- Partus precipitatus
-Hipertensi dalam kehamilan (Gestosis)
- Infeksi uterus
- Anemi berat
-Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi partus)
-Riwayat PPH sebelumnya atau riwayat plasenta manual
-Pimpinan kala III yang salah, dengan memijit-mijit dan mendorong-dorong uterus
sebelum plasenta terlepas
http://htmlimg3.scribdassets.com/6gjuz2htuv3b340/images/9-2025989118/000.jpg
-IUFD yang sudah lama, penyakit hati, emboli air ketuban (koagulopati)
-Tindakan operatif dengan anestesi umum yang terlalu dalam.
Penanganan atonia uteri yaitu :
1).Masase uterus + pemberian utero tonika (infus oksitosin 10 IU s/d 100 IU dalam500 ml Dextrose 5%, 1 ampul Ergometrin I.V, yang dapat diulang 4 jamkemudian, suntikan prostaglandin.
2).Kompresi bimanuil
Jika tindakan poin satu tidak memberikan hasil yang diharapkan dalam waktuyang singkat, perlu dilakukan kompresi bimanual pada pada uterus. Tangan kiripenolong dimasukkan ke dalam vagina dan sambil membuat kepalan diletakkanpada forniks anterior vagina. Tangan kanan diletakkan pada perut penderita dengan memegang fundus uteri dengan telapak tangan dan dengan ibu jari didepan serta jari-jari lain dibelakang uterus. Sekarang korpus uteri terpegangdengan antara 2 tangan; tangan kanan melaksanakan massage pada uterus dansekalian menekannya terhadap tangan kiri
3).Tampon utero-vaginal secara lege artis, tampon diangkat 24 jam kemudian.
Tindakan ini sekarang oleh banyak dokter tidak dilakukan lagi karena umumnyadengan dengan usaha-usaha tersebut di atas pendarahan yang disebabkan olehatonia uteri sudah dapat diatasi. Lagi pula dikhawatirkan bahwa pemberiantamponade yang dilakukan dengan teknik yang tidak sempurna tidakmenghindarkan pendarahan dalam uterus dibelakang tampon. Tekanan tamponpada dinding uterus menghalangi pengeluaran darah dari sinus-sinus yangterbuka; selain itu tekanan tersebut menimbulkan rangsangan pada miometriumuntuk berkontraksi
4). Tindakan operatif
Tindakan operatif dilakukan jika upaya-upaya diatas tidak dapat menhentikan
pendarahan. Tindakan opertif yang dilakukan adalah :
a) Ligasi arteri uterina
b) Ligasi arteri hipogastrika
Tindakan ligasi arteri uterina dan arteri hipogastrika dilakukan untuk yangmasih menginginkan anak. Tindakan yang bersifat sementara untukmengurangi perdarahan menunggu tindakan operatif dapat dilakukan metodeHenkel yaitu dengan menjepit cabang arteri uterina melalui vagina, kiri dankanan atau kompresi aorta abdominalis.
c) histerektomi
Laserasi Jalan Lahir
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan pascapersalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pascapersalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekanserviks atau vagina. Setelah persalinan harus selalu dilakukan pemeriksaan vulva danperineum. Pemeriksaan vagina dan serviks dengan spekulum juga perlu dilakukansetelah persalinan.
a. Robekan vulva
Sebagai akibat persalinan, terutama pada seorang primipara, bisa timbul luka padavulva di sekitar introitus vagina yang biasanya tidak dalam akan tetapi kadang-kadang bisa timbul perdarahan banyak, khususnya pada luka dekat klitoris.
b. Robekan perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarangjuga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garistengah dan menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubislebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar dari sirkumferensia suboksipitobregmatika atau anak
dilahirkan dengan pembedahan vaginal. Tingkatan robekan pada perineum:
Tingkat 1: hanya kulit perineum dan mukosa vagina yang robek
Tingkat 2: dinding belakang vagina dan jaringan ikat yang menghubungkan
otot-otot diafragma urogenitalis pada garis tengah terluka.
Tingkat 3: robekan total m. Spintcher ani externus dan kadang-kadang dinding
depan rektum.
Pada persalinan yang sulit, dapat pula terjadi kerusakan dan peregangan m.puborectalis kanan dan kiri serta hubungannya di garis tengah. Kejadian inimelemahkan diafragma pelvis dan menimbulkan predisposisi untuk terjadinyaprolapsus uteri.
c. Perlukaan vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum jarang dijumpai.Kadang ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibatekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekanterdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan spekulum.Robekan atas vagina terjadi sebagai akibat menjalarnya robekan serviks. Apabilaligamentum latum terbuka dan cabang-cabang arteri uterina terputus, dapat timbul perdarahan yang banyak. Apabila perdarahan tidak bisa diatasi, dilakukanlaparotomi dan pembukaan ligamentum latum. Jika tidak berhasil maka dilakukanpengikatan arteri hipogastika.
Kolpaporeksis
Adalah robekan melintang atau miring pada bagian atas vagina. Hal ini terjadiapabila pada persalinan yang disproporsi sefalopelvik terdapat regangan segmenbawah uterus dengan serviks uteri tidak terjepit antara kepala janin dengantulang panggul, sehingga tarikan ke atas langsung ditampung oleh vagina. Jikatarikan ini melampaui kekuatan jaringan, terjadi robekan vagina pada batasantara bagian teratas dengan bagian yang lebih bawah dan yang terfiksasi padajaringan sekitarnya. Kolpaporeksis juga bisa timbul apabila pada tindakan pervaginam dengan memasukkan tangan penolong ke dalam uterus terjadi perdarahan yang banyak. Apabila perdarahan tidak bisa diatasi, dilakukanlaparotomi dan pembukaan ligamentum latum. Jika tidak berhasil maka dilakukanpengikatan arteri hipogastika.
Kolpaporeksis
Adalah robekan melintang atau miring pada bagian atas vagina. Hal ini terjadiapabila pada persalinan yang disproporsi sefalopelvik terdapat regangan segmenbawah uterus dengan serviks uteri tidak terjepit antara kepala janin dengantulang panggul, sehingga tarikan ke atas langsung ditampung oleh vagina. Jikatarikan ini melampaui kekuatan jaringan, terjadi robekan vagina pada batasantara bagian teratas dengan bagian yang lebih bawah dan yang terfiksasi padajaringan sekitarnya. Kolpaporeksis juga bisa timbul apabila pada tindakan pervaginam dengan memasukkan tangan penolong ke dalam uterus terjadi robekan serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawahuterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti meskipun plasenta sudahlahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi baik, perlu dipikirkan perlukaan jalanlahir, khususnya robekan serviks uteri
Apabila ada robekan, serviks perlu ditarik keluar dengan beberapa cunam ovum,supaya batas antara robekan dapat dilihat dengan baik. Apabila serviks kaku dan hiskuat, serviks uteri dapat mengalami tekanan kuat oleh kepala janin, sedangkanpembukaan tidak maju. Akibat tekanan kuat dan lama ialah pelepasan sebagian
serviks atau pelepasan serviks secara sirkuler. Pelepasan ini dapat dihindarkan dengan
seksio secarea jika diketahui bahwa ada distosia servikalis.
Apabila sudah terjadi pelepasan serviks, biasanya tidak dibutuhkan pengobatan,hanya jika ada perdarahan, tempat perdarahan di lanjut. Jika bagian serviksyang terlepas masih berhubungan dengan jaringan lain, hubungan ini sebaiknyadiputuskan.
Retensio Plasenta
Adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1 jam setelah bayi
lahir.Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta:
1.Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahandan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; sertapembentukan constriction ring.
2.Kelainan dari placenta dan sifat perlekatan placenta pada uterus.
3.Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus yangtidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktu dapatmenyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesiterutama yang melemahkan kontraksi uterus.
Sebab-sebab terjadinya retensio plasenta ini adalah:
1.Plasenta belum terlepas dari dinding uterus karena tumbuh melekat lebih dalam.Perdarahan tidak akan terjadi jika plasenta belum lepas sama sekali dan akanterjadi perdarahan jika lepas sebagian. Hal ini merupakan indikasi untukmengeluarkannya. Menurut tingkat perlekatannya dibagi menjadi:
a.Plasenta adhesiva, melekat pada endometrium, tidak sampai membran basal.
b.Plasenta inkreta, vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua
sampai ke miometrium.
c. Plasenta akreta, menembus lebih dalam ke miometrium tetapi belum
menembus serosa.
d.Plasenta perkreta, menembus sampai serosa atau peritoneum dinding rahim
2.Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkanoleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III,sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangikeluarnya plasenta (plasenta inkarserata)
Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah fundus naik dimana pada perabaan uterusterasa bulat dan keras, bagian tali pusat yang berada di luar lebih panjang dan terjadiperdarahan sekonyong-konyong. Cara memastikan lepasnya plasenta:
1. Kustner
Tangan kanan menegangkan tali pusat, tangan kiri menekan di atas simfisis. Bila
tali pusat tak tertarik masuk lagi berarti tali pusat telah lepas.
2. Strassman
Tangan kanan menegangkan tali pusat, tangan kiri mengetuk-ngetuk fundus. Jika
terasa getaran pada tali pusat, berarti tali pusat belum lepas
3. Klein
Ibu disuruh mengejan. Bila plasenta telah lepas, tali pusat yang berada diluar
bertambah panjang dan tidak masuk lagi ketika ibu berhenti mengejan.
Apabila plasenta belum lahir ½ jam-1 jam setelah bayi lahir, harus diusahakanuntuk mengeluarkannya. Tindakan yang dapat dikerjakan adalah secara langsungdengan perasat Crede dan Brant Andrew dan secara langsung adalah dengan manualplasenta.
Sisa Plasenta
Tertinggalnya sebagian plasenta (sisa plasenta) merupakan penyebab umumterjadinya pendarahan lanjut dalam masa nifas (pendarahan pasca persalinansekunder). Pendarahan post partum yang terjadi segera jarang disebabkan oleh retensi otongan-potongan kecil plasenta. Inspeksi plasenta segera setelah persalinan bayiharus menjadi tindakan rutin. Jika ada bagian plasenta yang hilang, uterus harusdieksplorasi dan potongan plasenta dikeluarkan
Sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, makauterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkanperdarahan. Tetapi mungkin saja pada beberapa keadaan tidak ada perdarahan dengansisa plasenta.
Inversio Uteri
Inversio uteri dapat menyebabkan pendarahan pasca persalinan segera, akantetapi kasus inversio uteri ini jarang sekali ditemukan. Pada inversio uteri bagian atasuterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri. Inversio uteri terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelahplasenta keluar.
Inversio uteri bisa terjadi spontan atau sebagai akibat tindakan. Pada wanitadengan atonia uteri kenaikan tekanan intraabdominal dengan mendadak karena batukatau meneran, dapat menyebabkan masuknya fundus ke dalam kavum uteri yangmerupakan permulaan inversio uteri. Tindakan yang dapat menyebabkan inversio uteri adalah perasat Crede pada korpus uteri yang tidak berkontraksi baik dan tarikanpada tali pusat dengan plasenta yang belum lepas dari dinding uterus.
Pada penderita dengan syok, perdarahan, dan fundus uteri tidak ditemukan padatempat yang lazim pada kala III atau setelah persalinan selesai, pemeriksaan dalamdapat menunjukkan tumor yang lnak di atas serviks atau dalam vagina sehinggadiagnosis inversio uteri dapat dibuat. Pada mioma uteri submukosum yang lahirdalam vagina terdapat pula tumor yang serupa, akan tetapi fundus uteri ditemukandalam bentuk dan pada tempat biasa, sedang konsistensi mioma lebih keras daripadakorpus uteri setelah persalinan. Selanjutnya jarang sekali mioma submukosumditemukan pada persalinan cukup bulan atau hampir cukup bulan.
Walaupun inversio uteri kadang-kadang bisa terjadi tanpa gejala denganpenderita tetap dalam keadaan baik, namun umumnya kelainan tersebut menyebabkankeadaan gawat dengan angka kematian tinggi (15-70%). Reposisi secepat mungkinmemberi harapan yang terbaik untuk keselamatan penderita
Kelainan pembekuan darah
Kegagalan pembekuan darah atau koagulopati dapat menjadi penyebab danakibat perdarahan yang hebat. Gambaran klinisnya bervariasi mulai dari perdarahanhebat dengan atau tanpa komplikasi trombosis, sampai keadaan klinis yang stabilyang hanya terdeteksi oleh tes laboratorium. Setiap kelainan pembekuan, baik yangidiopatis maupun yang diperoleh, dapat merupakan penyulit yang berbahaya bagikehamilan dan persalinan, seperti pada defisiensi faktor pembekuan, pembawa faktorhemofilik A (carrier), trombopatia, penyakit Von Willebrand, leukemia, trombopeniadan purpura trombositopenia. Dari semua itu yang terpenting dalam bidang obstetridan ginekologi ialah purpura trombositopenik dan hipofibrinogenemia.
a. Purpura trombositopenik
Penyakit ini dapat bersifat idiopatis dan sekunder. Yang terakhir disebabkan olehkeracunan obat-obat atau racun lainnya dan dapat pula menyertai anemia aplastik,anemia hemolitik yang diperoleh, eklampsia, hipofibrinogenemia karena solutioplasenta, infeksi, alergi dan radiasi.
b. Hipofibrinogenemia
Adalah turunnya kadar fibrinogen dalam darah sampai melampaui batas tertentu, yakni 100 mg%, yang lazim disebut ambang bahaya (critical level). Dalamkehamilan kadar berbagai faktor pembekuan meningkat, termasuk kadarfibrinogen. Kadar fibribogen normal pada pria dan wanita rata-rata 300mg%(berkisar 200-400mg%), dan pada wanita hamil menjadi 450mg% (berkisar antara300-600mg%).


DAFTAR PUSTAKA
Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NF. Obstetri William Edisi 18. Jakarta: EGC,
1995.
Supono. Ilmu Kebidanan Bab Fisiologi. Palembang: Bagian Departemen Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, 2004.
Khoman JS. Pendarahan Hamil Tua dan Pendarahan Post Partum. Cermin Dunia
Kedokteran, Edisi Khusus No. 80, 1992 : 60-63.
Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga, Eds: Hanifa Wiknjosastro
dkk. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2005
Program Appropiate Technology in Health (PATH). Mencegah Perdarahan PascaPersalinan: Menangani Persalinan Kala Tiga. Available from URL:HYPERLINKhttp://www.path.org/files/Indonesian_19-3.pdf



distosia

Modul Tutorial Blok Reproduksi



SKENARIO

Wanita 20 tahun, hamil anak pertama dirujuk oleh bidan puskesmas dengan keluhan persalinan tidak maju. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital batas normal, tinggi fundus 2 jari bawah prosesus xyphoideus, punggung di kiri ibu, bagian terendah kepala dan belum masuk panggul. Jarak antara simfisi pubis-tinggi fundus uteri 38 cm, lingkar perut ibu 98 cm. Denyut jantung janin 130 x/menit. His 3 x dalam 10 menit dengan durasi 40-45 detik.

KATA SULIT

-HIS : ( kontraksi ) adalah serangkaian kontraksi yang teratur, yang secara bertahap akan mendorong janin melalui serviks ( rahim bag.bawah ) & Vagina ( jaln lahir ) , sehingga janin keluar dari rahim ibu.
-Persalinan :Proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun ke jalan lahir.
-Distosia : Persalinan macet,persalinan abnormal

KATA KUNCI

-wanita 20 tahun
-G1P0A0
-Rujukan puskesmas
-Distosia
-Kala 1 fase laten
-Gravid aterm
-His adekuat
-Bag.terendah kepala U

PERTANYAAN

1.Mekanisme persalinan normal !
2.Mekanisme his normal !
3.Kapan dikatakan in partu !
4.Tanda – tanda Distosia !
5.Faktor penyebab distosia dan penangananya !
6.Pencegahan Distosia dan deteksi dini !
7.Pengaruh distosia terhadap anak dan ibu !
8.Penanganan pada kasus ini !

JAWABAN

1. Anatomi panggul dan macam-macam panggul

TULANG-TULANG PANGGUL
Tulang-tulang panggul terdiri dari
1) os koksa yang terdiri a) os ilium,b) os iskium,c) os pubis
2) os sakrum
3) os koksigis

[Picture1MMMMMMM.jpg]

Tulang-tulang ini satu dengan lainnya berhubungan. Di depan terdapat hubungan antara kedua os pubis kanan dan kiri, disebut simfisis. Di belakang terdapat artikulasio sakro-iliaka yang menghubungkan os sakrum dengan os ilium. Di bawah terdapat artikulasio sakro-koksigea yang menghubungkan os sakrum dengan os koksigis. Di luar kehamilan artikulasio ini hanya memungkinkan pergeseran sedikit, tetapi pada kehamilan dan waktu persalinan dapat bergeser lebih jauh dan lebih longgar, misalnya ujung os koksigis dapat bergerak ke belakang sampai sejauh lebih kurang 2,5 cm. Hal ini dapat dilakukan bila ujung os koksigis menonjol ke depan pada partus, dan pada pengeluaran kepala janin dengan cunam ujung os koksigis itu dapat ditekan ke belakang.
Pada seorang wanita hamil yang bergerak terlampau cepat dari duduk langsung berdiri, sering dijumpai pergeseran yang lebar pada artikulasio sakro-iliak. Hal demikian dapat menimbulkan rasa sakit di daerah artikulasio tersebut. Juga pada simfisis tidak jarang dijumpai simfisiolisis sesudah partus atau ketika tergelincir, karena longgarnya hubungan di simfisis. Hal demikian dapat menimbulkan rasa sakit atau gangguan jalan. Secara fungsional panggul terdiri dari 2 bagian yang disebut pelvis mayor, dan pelvis minor.Pelvis mayor adalah bagian pelvis yang terletak di atas linea terminalis, disebut pula false pelvis. Bagian yang terletak di bawah linea terminalis disebut pelvis minor true pelvis . Bagian akhir ini adalah bagian yang mempunyai peranan penting dalam obstetri dan harus dapat dikenal dan dinilai sebaik-baiknya untuk dapat meramalkan dapat-tidaknya bayi melewatinya. Bentuk pelvis minor ini menyerupai saluran yang mempunyai sumbu melengkung ke depan (sumbu Carus) Sumbu ini secara klasik adalah garis yang menghubungkan titik persekutuan antara diameter transversa dan konjugata vera pada pintu atas panggul dengan titik-titik sejenis di Hodge II, III, dan IV. Sampai dekat Hodge III sumbu itu lurus, sejajar dengan sakrum, untuk seterusnya melengkung ke depan, sesuai dengan lengkungan sakrum. Hal ini penting untuk diketahui bila kelak mengakhiri persalinan dengan cunam agar supaya arah penarikan cunam itu disesuaikan dengan jalannya sumbu jalan-lahir tersebut.

RONGGA PANGGUL

Rongga panggul dibagi atas dan bawah oleh bidang apertura pelvis superior (dalam obstetri sering disebut sebagai pintu atas panggul, PAP).
Apertura pelvis superior dibentuk oleh :
- promontorium os sacrum di bagian posterior
- linea iliopectinea (linea terminalis dan pecten ossis pubis) di bagian lateral
-symphisis os pubis di bagian anterior
Inklinasi panggul adalah sudut yang terbentuk antara bidang yang melalui apertura pelvis superior dengan bidang horisontal (pada keadaan normal sebesar 60 derajat).
Bagian di atas / kranial terhadap apertura pelvis superior disebut sebagai pelvis spurium (pelvis major), merupakan bagian bawah / kaudal daripada rongga abdomen.
Makna obstetriknya adalah untuk menahan alat-alat dalam rongga perut dan menahan uterus yang berisi fetus yang terus bertambah besar secara bermakna mulai usia kehamilan bulan ketiga.Bagian di bawah / kaudal terhadap apertura pelvis superior disebut sebagai pelvis verum (pelvis minor), merupakan rongga panggul yang sangat menentukan kapasitas untuk jalan lahir bayi pada waktu persalinan (verum=sebenarnya, disebut juga true pelvis).

Dinding-dinding rongga panggul 
1. dinding anterior : pendek, dibentuk oleh corpus, rami dan symphisis ossium pubis
2. dinding posterior : dibentuk oleh permukaan ventral os sacrum dan os coccygis serta muskulus pyriformis yang membentang pada permukaan ventral os sacrum dan diliputi oleh fascie pelvis.
3. dinding lateral : dibentuk oleh bagian os coxae di bawah apertura pelvis superior, membrana obturatoria, ligamentum sacrotuberosum, ligamentum sacrospinosum, dan muskulus obturator internus dengan fascia obturatoria.
4. dinding inferior / dasar panggul : dibentuk oleh diaphragma pelvis (mm.levator ani, mm coccygei, fascia diaphragmatis pelvis, trigonum urogenitale) yang berfungsi menahan alat-alat rongga panggul. Diaphragma pelvis membagi lagi rongga panggul bagian bawah menjadi bagian rongga panggul utama (bagian atas diaphragma pelvis) dan bagian perineum (bagian bawah diaphragma pelvis).

PELVIS VERUM
Mempunyai pintu masuk yaitu apertura pelvis superior, dan pintu keluar apertura pelvis inferior (dalam obstetri disebut sebagai pintu bawah panggul, PBP).
Ada 4 tipe panggul dasar / karakteristik, menurut klasifikasi Caldwell-Moloy :
1. tipe gynaecoid : bentuk pintu atas panggul seperti ellips melintang kiri-kanan, hampir mirip lingkaran. Diameter transversal terbesar terletak di tengah. Dinding samping panggul lurus. Merupakan jenis panggul tipikal wanita (female type).
2. tipe anthropoid : bentuk pintu atas panggul seperti ellips membujur anteroposterior. Diameter transversal terbesar juga terletak di tengah. Dinding samping panggul juga lurus. Merupakan jenis panggul tipikal golongan kera (ape type).
3. tipe android : bentuk pintu atas panggul seperti segitiga. Diameter transversal terbesar terletak di posterior dekat sakrum. Dinding samping panggul membentuk sudut yang makin sempit ke arah bawah. Merupakan jenis panggul tipikal pria (male type).
4. tipe platypelloid : bentuk pintu atas panggul seperti "kacang" atau "ginjal". Diameter transversal terbesar juga terletak di tengah. Dinding samping panggul membentuk sudut yang makin lebar ke arah bawah.
Pada banyak kasus, bentuk panggul merupakan tipe campuran.

BEBERAPA UKURAN PANGGUL WANITA YANG MEMILIKI MAKNA/ KEPENTINGAN OBSTETRIK
Diameter anteroposterior pintu atas panggul (conjugata interna, conjugata vera)
Jarak antara promontorium os sacrum sampai tepi atas symphisis os pubis. Tidak dapat diukur secara klinik pada pemeriksaan fisis.
apertura pelvis inferior merupakan dua segitiga yang bersekutu pada alasnya (pada garis yanSecara klinik dapat diukur conjugata diagonalis, jarak antara promontorium os sacrum dengan tepi bawah symphisis os pubis, melalui pemeriksaan pelvimetri per vaginam.
Diameter obliqua pintu atas panggul Jarak dari sendi sakroiliaka satu sisi sampai tonjolan pektineal sisi kontralateralnya (oblik/menyilang). Diameter transversa pintu atas panggul Diameter terpanjang kiri-kanan dari pintu atas panggul. Bukan sungguh "diameter" karena tidak melalui titik pusat pintu atas panggul. Diameter / distantia interspinarum pada rongga panggul Jarak antara kedua ujung spina ischiadica kiri dan kanan.Diameter anteroposterior pintu bawah panggul Jarak antara ujung os coccygis sampaipinggir bawah symphisis os pubis. Diameter transversa pintu bawah panggul Jarak antara bagian dalam dari kedua tuberositas os ischii.
Diameter sagitalis posterior pintu bawah panggul Jarak antara bagian tengah diameter transversa sampai ke ujung os sacrum.
Pintu atas panggul (pelvic inlet)
Diameter transversa (DT) + 13.5 cm. Conjugata vera (CV) + 12.0 cm. Jumlah rata-rata kedua diameter minimal 22.0 cm.
Pintu tengah panggul (mid pelvis) Distansia interspinarum (DI) + 10.5 cm. Diameter anterior posterior (AP) + 11.0 cm. Jumlah rata-rata kedua diameter minimal 20.0 cm.
Pintu bawah panggul (pelvic outlet) Diameter anterior posterior (AP) + 7.5 cm. Distansia intertuberosum + 10.5 cm. Jumlah rata-rata kedua diameter minimal 16.0 cm. Bila jumlah rata-rata ukuran pintu-pintu panggul tersebut kurang, maka panggul tersebut kurang sesuai untuk proses persalinan pervaginam spontan.

Persalinan Normal
Persalinan merupakan kejadian fisiologis yang normal. Persalinan normal adalah proses pengeluaran bayi yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-40 minggu), letak memanjang atau sejajar sumbu badan ibu, dengan presentasi belakang kepala, terdapat keseimbangan antara diameter kepala bayi dan panggul ibu, lahir spontan dengan tenaga ibu sendiri dan proses kelahiran berlangsung dalam kurang lebih 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun janin. Sebagian besar persalinan adalah persalinan normal, hanya 12-15% merupakan persalinan patologis.
Persalinan imatur adalah persalinan saat kehamilan 20-28 minggu dengan berat janin antara 500-1000 gr. Persalinan prematur adalah persalinan saat kehamilan 28-36 minggu dengan berat janin antara 1000-2500 gr.
Gejala dan Tanda Persalinan :
1.Keluarnya cairan lendir bercampur darah (bloody show) melalui vagina.
2.Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan serviks (frekuensi minimal 2 kali dalam 10menit).
3.Penipisan dan pembukaan serviks.

Mekanisme Persalinan
[PicHHH.jpg]

Pada sebagian besar masa kehamilan, uterus mengalami episode periodik kontraksi lemah dan lambat yang disebut kontraksi Braxton Hicks. Kontraksi ini secara progresif semakin kuat menjelang akhir kehamilan, kemudian kontraksi ini berubah secara tiba-tiba, dalam beberapa jam, menjadi kontraksi yang sangat kuat sehingga mulai meregangkan serviks dan selanjutnya mendorong bayi melalui jalan lahir, dengan demikian menyebabkan persalinan.
Kontraksi persalinan mengikuti semua prinsip umpan balik positif. Sekali kekuatan kontraksi menjadi lebih besar dari nilai kritisnya, setiap kontraksi akan menyebabkan kontraksi berikutnya menjadi semakin kuat sampai efek maksimum tercapai. Ada dua jenis umpan balik positif yang diketahui meningkatkan kontraksi uterus selama persalinan. Regangan serviks membuat seluruh korpus uteri berkontraksi, dan kontraksi ini lebih meregangkan serviks karena dorongan kepala bayi ke arah bawah. Regangan serviks juga menyebabkan kelenjar hipofisis mensekresikan oksitosin yang merupakan cara lain untuk meningkatkan kontraksi uterus (Guyton, 1997).
Oksitosin adalah suatu hormon yang diproduksi di hipotalamus dan diangkut lewat aliran aksoplasmik ke hipofisis posterior yang jika mendapatkan stimulasi yang tepat hormon ini akan dilepas kedalam darah. Impuls neural yang terbentuk dari perangsangan papilla mammae merupakan stimulus primer bagi pelepasan oksitosin sedangkan distensi vagina dan uterus merupakan stimulus sekunder. Estrogen akan merangsang produksi oksitosin sedangkan progesterone sebaliknya akan menghambat produksi oksitosin. Selain di hipotalamus, oksitosin juga disintesis di kelenjar gonad, plasenta dan uterus mulai sejak kehamilan 32 minggu dan seterusnya. Konsentrasi oksitosin dan juga aktivitas uterus akan meningkat pada malam hari.
Mekanisme kerja dari oksitosin belum diketahui pasti, hormon ini akan menyebabkan kontraksi otot polos uterus sehingga digunakan dalam dosis farmakologik untuk menginduksi persalinan. Sebelum bayi lahir pada proses persalinan yang timbul spontan ternyata rahim sangat peka terhadap oksitosin. Didalam uterus terdapat reseptor oksitosin 100 kali lebih banyak pada kehamilan aterm dibandingkan dengan kehamilan awal. Jumlah estrogen yang meningkat pada kehamilan aterm dapat memperbesar jumlah reseptor oksitosin. Begitu proses persalinan dimulai serviks akan berdilatasi sehinga memulai refleks neural yang menstimulasi pelepasan oksitosin dan kontraksi uterus selanjutnya. Faktor mekanik seperti jumlah regangan atau gaya yang terjadi pada otot, mungkin merupakan hal penting.

Fase-fase Persalinan
Proses persalinan dibagi menjadi 4 kala :
1.Kala I
Dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10 cm). Kala I dibagi menjadi fase laten dan fase aktif. Fase laten berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm, berlangsung sekitar 8 jam. Fase aktif : pembukaan dari 4 cm sampai lengkap (10 cm), berlangsung sekitar 6 jam. Kontraksi pada fase aktif dianggap memadai jika terjadi 3 kali atau lebih dalam waktu 10 menit, dan berlangsung selam 40 detik. Kecepatan pembukaan serviks rata-rata 1 cm per jam (nulipara) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm perjam (multipara). Fase aktif terbagi atas :
fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sampai 4 cm.
fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm sampai 9 cm
fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sampai lengkap (+ 10 cm.
Selama persalinan berlangsung dilakukan pemantauan kondisi ibu dan janin. Hasil pemantauan dicatat dalam partograf. Hal-hal yang perlu dipantau : kemajuan persalinan, keadaan ibu, dan keadaan janin. His dikontrol tiap 30 menit pada fase aktif, pemeriksaan dalam tiap 4 jam, dan pemeriksaan luar tiap 2 jam. Keadaan ibu meliputi tanda vital, status kandung kemih, dan asupan makan, dikontrol tiap 4 jam. Keadaan janin diperiksa dengan memeriksa DJJ tiap 30 menit.

2.Kala II
Dimulai pada saat pembukaan serviks telah lengkap. Berakhir pada saat bayi telah lahir lengkap. His menjadi lebih kuat, lebih sering (4-5 kali dalam 10 menit), lebih lama (40-50 detik), sangat kuat. Selaput ketuban mungkin juga baru pecah spontan pada awal kala 2. peristiwa penting :
Bagian terbawah janin (pada persalinan normal : kepala) turun sampai dasar panggul (di Hodge III).Ibu timbul perasaan / refleks ingin mengejan yang makin berat
Perineum meregang dan anus membuka (hemoroid fisiologik)
Kepala dilahirkan lebih dulu, dengan suboksiput di bawah simfisis (simfisis pubis sebagai sumbu putar / hipomoklion), selanjutnya dilahirkan badan dan anggota badan.
Kemungkinan diperlukan pemotongan jaringan perineum untuk memperbesar jalan lahir (episiotomi).
Lama kala 2 pada primigravida + 1.5 jam, multipara + 0.5 jam

3.KALA 3 :
FASE PENGELUARAN PLASENTA
Dimuai pada saat bayi telah lahir lengkap.berakhir dengan lahirnya plasenta.
Kelahiran plasenta : lepasnya plasenta dari insersi pada dinding uterus, serta pengeluaran plasenta dari kavum uteri.
Lepasnya plasenta dari insersinya : mungkin dari sentral (Schultze) ditandai dengan perdarahan baru, atau dari tepi / marginal (Matthews-Duncan) jika tidak disertai perdarahan, atau mungkin juga serempak sentral dan marginal. Pelepasan plasenta terjadi karena perlekatan plasenta di dinding uterus adalah bersifat adhesi, sehingga pada saat kontraksi mudah lepas dan berdarah.
Pada keadaan normal, kontraksi uterus bertambah keras, fundus setinggi sekitar / di atas pusat. Plasenta lepas spontan 5-15 menit setelah bayi lahir.(jika lepasnya plasenta terjadi sebelum bayi lahir, disebut solusio/abruptio placentae - keadaan gawat darurat obstetrik !!).
Tanda-tanda pelepasan plasenta adalah uterus bundar, terjadi perdarahan, tali pusat memanjang dan fundus uteri naik. Perdarahan yang berlaku adalah kurang lebih 250 cc. Keadaan adalah patologi sekiranya perdarahan kala pendahuluan melebihi 500 cc.

4.KALA 4 :
OBSERVASI PASCAPERSALINAN
Sampai dengan 1 jam postpartum, dilakukan observasi.
7 pokok penting yang harus diperhatikan pada kala 4 :
1) kontraksi uterus harus baik,
2) tidak ada perdarahan pervaginam atau dari alat genital lain,
3) plasenta dan selaput ketuban harus sudah lahir lengkap,
4) kandung kencing harus kosong,
5) luka-luka di perineum harus dirawat dan tidak ada hematoma,
6) resume keadaan umum bayi, dan
7) resume keadaan umum ibu.

2.Mekanisme his normal

HIS
[Picture1KKKKK.jpg]

His adalah gelombang kontraksi ritmis otot polos dinding uterus yang dimulai dari daerah fundus uteri di mana tuba fallopi memasuki dinding uterus, awal gelombang tersebut di dapat dari ‘pacemaker’ yang terdapat di dinding uterus daerah tersebut. Resultante efek gaya kontraksi tersebut dalam keadaan normal mengarah ke daerah lokus minoris yaitu daerah kanalis servikalis (jalan lahir) yang membuka, untuk mendorong isi uterus ke luar. Terjadinya his, akibat :
1.kerja hormon oksitosin
2.regangan dinding uterus oleh isi konsepsi
3.rangsangan terhadap pleksus saraf Frankenhauser yang tertekan massa konsepsi
His yang baik dan ideal meliputi :
1.kontraksi simultan simetris di seluruh uterus
2.kekuatan terbeasar (dominasi) di daerah fundus
3.terdapat periode relaksasi di antara dua periode kontraksi
4.terdapat retraksi otot-otot korpus uteri setiap sesudah his
5.serviks uteri yang banyak mengandung kolagen dan kurang mengandung serabut otot, akan tertarik ke atas oleh retraksi otot-otot korpus, kemudian terbuaka secara pasif dan mendatar (cervical effacement). Ostium uteri eksternum dan internum pun akan terbuka.
[OOO.jpg]


Nyeri persalinan pada waktu his dipengaruhi berbagai faktor :
1.Iskemia dinding korpus uteri yang menjadi stimulasi serabut saraf di pleksus hipogastrikus diteruskan ke sistem saraf pusat menjadi sensasi nyeri
2.Peregangan vagina, jaringan lunak dalam rongga panggul dan peritoneum, menjadi rangsang nyeri
3.Keadaan mental pasien (pasien bersalin sering ketakutan, cemas/anxietas, atau eksitasi)
4.Prostaglandin meningkat sebagai respons terhadap stress
Pengukuran kontraksi uterus
1.Amplitudo : intensitas kontraksi otot polos : bagian pertama peningkatan agak cepat, bagian kedua penurunan agak lambat.
2.Frekuensi : jumlah his dalam waktu tertentu (biasanya per 10 menit)
3.Satuan his : unit Montevide (intensitas tekanan / mmHg terhadap frekuensi)
[Picture1III.jpg]

Sifat his pada berbagai fase persalinan
Kala I awal (fase laten) -> timbul tiap 10menit dengan amplitudo 40 mmHg, lama 20-30detik. Serviks terbuka sampai 3 cm. Frekuensi dan amplitudo terus meningkat.
kala I lanjut ( fase aktif ) sampai kala I akhir -> terjadi peningkatan rasa nyeri, amplitudo makin kuat sampai 60 mmHg, frekuensi 2-4 kali/ 10 menit, lama 60-90 detik. serviks terbuka sampai lengkap (+ 10 cm)
Kala 2 -> amplitudo 60 mmHg, frekuensi 3-4 kali/menit. Refleks mengejan terjadi juga akibat stimulasi dari tekanan bagian terbawah janin (pada persalinan normal yaitu kepala) yang menekan anus dan rektum. Tambahan tenaga mengejan dari ibu, dengan kontraksi otot-otot dinding abdomen dan diafragma, berusaha untuk mengeluarkan bayi
kala 3 -> amplitude 60-80 mmHg, frekuensi kontraksi berkurang, aktifitas uterus menurun. Plasenta dapat lepas spontan dari aktifitas uterus ini, namun dapat juga tetap menempel (retensio) dan memerlukan tindakan aktif (manual aid)

DISTOSIA AKIBAT KELAINAN KEKUATAN IBU (KELAINAN HIS)

Tanda his normal :
- fundal dominan
- simetris
- makin lama, makin kuat, makin sering
- relaksasi baik.
Bila satu atau lebih tanda tersebut tidak dijumpai atau tidak sesuai, keadaan tersebut disebut gangguan / kelainan his atau inersia uteri.

Gambar : aktifitas uterus normal pada kehamilan, persalinan (his) dan nifas.

[uoouuouu.jpg]

3.Tanda-tanda in partu


a.Rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering dan teratur
b.Keluar lendir bercampur darah (show) yang lebih banyak karena robekan-robekan kecil pada serviks
c.Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya
d.Pada pemeriksaan dalam: serviks mendatar dan pembukaan telah ada.

4.Tanda-tanda distosia

1.Pembukaan serviks tidak melewati 3 cm sesudah 8 jam in partu (perpanjangan fase laten).
2.Frekuensi dan lamanya kontraksi kurang dari 3 kontraksi per menit dan kurang dari 40 detik (inersi uteri).
3.Terjadi inersia uteri sekunder (berhentinya kontraksi otot-otot uterus secara sekunder diagnose CPD ). Terjadi pada fase aktif kala I atau kala II.
4.Adanya edema serviks, fetal dan maternal distress. Terdapat tanda ruptur uteri imminens (karena ada obstruksi)
5.Pembukaan serviks lengkap tetapi kepala tetap pada posisinya ( dalam vagina) walau ibu mengedan sekuat mungkin, tidak ada kemajuan penurunan (kala II lama).
6.Tidak terjadi putaran paksi luar apabila telah lahir (distosia bahu)
7.“Turtle Sign” kepala terdorong keluar tetapi kembali ke dalam vagina setelah kontraksi atau ibu berhenti mengedan

5.Faktor penyebab distosia dan penanganannya

Faktor & Penanganan Penyebab Distosia(6P)

Kelainan Power

1.Inersia uteri hipotonik
Adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah / tidak adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong anak keluar. Di sini kekuatan his lemah dan frekuensinya jarang. Sering dijumpai pada penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang misalnya akibat hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia, grandemultipara atau primipara, serta pada penderita dengan keadaan emosi kurang baik. Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase latin atau fase aktif, maupun pada kala pengeluaran.
a.Inersia uteri primer : terjadi pada permulaan fase laten. Sejak awal telah terjadi his yang tidak adekuat, sehingga sering sulit untuk memastikan apakah penderita telah memasuki keadaan in partu atau belum.
b.Inersia uteri sekunder : terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan his baik, kemudian pada keadaan selanjutnya terdapat gangguan / kelainan.
Penanganan 
a)Keadaan umum penderita harus diperbaiki. Gizi selama kehamilan harus diperhatikan
b)Penderita dipersiapkan menghadapi persalinan, dan dijelaskan tentang kemungkinan-kemungkinan yang ada.
c)Pada inersia primer, setelah dipastikan penderita masuk dalam persalinan, evaluasi kemajuan persalinan 12 jam kemudian dengan periksa dalam. Jika pembukaan kurang dari 3 cm, porsio tebal lebih dari 1 cm, penderita diistirahatkan, diberikan sedativa sehingga dapat tidur. Mungkin masih dalam "false labor". Jika setelah 12 jam berikutnya tetap ada his tanpa ada kemajuan persalinan, ketuban dipecahkan dan his diperbaiki dengan infus pitosin. Perlu diingat bahwa persalinan harus diselesaikan dalam waktu 24 jam setelah ketuban pecah, agar prognosis janin tetap baik.
d)Pada inersia uteri sekunder, dalam fase aktif, harus segera dilakukan :
1.penilaian cermat apakah ada disproporsi sefalopelvik dengan pelvimetri klinik atau radiologi. Bila ada CPD maka persalinan segera diakhiri dengan sectio cesarea.
2.bila tidak ada CPD, ketuban dipecahkan dan diberi pitocin infus.
3.nilai kemajuan persalinan kembali 2 jam setelah his baik. Bila tidak ada kemajuan, persalinan diakhiri dengan sectio cesarea.
4.pada akhir kala I atau pada kala II bila syarat ekstraksi vakum atau cunam dipenuhi, maka persalinan dapat segera diakhiri dengan bantuan alat tersebut.
Perlu diingat bahwa hampir 50% kelainan his pada fase aktif disebabkan atau dihubungkan dengan adanya CPD, sisanya baru disebabkan faktor lain seperti akibat kelainan posisi janin, pemberian obat sedativa atau relaksan terhadap otot uterus, dan sebagainya.

2.Inersia uteri hipertonik
Adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar (kadang sampai melebihi normal) namun tidak ada koordinasi kontraksi dari bagian atas, tengah dan bawah uterus, sehingga tidak efisien untuk membuka serviks dan mendorong bayi keluar. Disebut juga sebagai incoordinate uterine action. Contoh misalnya "tetania uteri" karena obat uterotonika yang berlebihan. Pasien merasa kesakitan karena his yang kuat dan berlangsung hampir terus-menerus. Pada janin dapat terjadi hipoksia janin karena gangguan sirkulasi uteroplasenter. Faktor yang dapat menyebabkan kelainan ini antara lain adalah rangsangan pada uterus, misalnya pemberian oksitosin yang berlebihan, ketuban pecah lama dengan disertai infeksi, dan sebagainya.
Penanganan :
a)pemberian sedativa dan obat yang bersifat tokolitik (menekan kontraksi uterus) agar kontraksi uterus tersebut hilang dan diharapkan kemudian timbul his normal. Denyut jantung janin HARUS terus dievaluasi.
b)Bila dengan cara tersebut tidak berhasil, persalinan harus diakhiri dengan sectio cesarea.

Kelainan Letak & Bentuk Janin

1.Presentasi oksiput posterior
Adalah presentasi belakang kepala dengan oksiput (UUK)berada di belakang. Angka kejadian untuk kasus ini mencapai angka 8 % dari kehamilan yang ada.


Penanganan :
a)Persalinan akan terganggu (lama) bila rotasi spontan tidak terjadi (90 % akan terjadi rotasi spontan menjadi oksiput ant.)
b)Pecahkan ketuban
c)Bila kepala tdk turun (teraba > 3/5 diatas PAP) ð lakukan seksio sesarea
d)Bila pembukaan serviks belum lengkap, tdk ada tanda2 obstruksi ð drips oksitosin
e)Pembukaan lengkap & Kala II lama & tdk ada tanda2 obstruksi ð drips oksitosin
f)Syarat2 terpenuhi ð ekstraksi vakum atau forseps.
2.Presentasi oksiput transversalis
Adalah presentasi belakang kepala dengan oksiput (ubun-ubun kecil) melintang
Penanganan :

3.Presentasi puncak kepala
Adalah presentasi kepala dengan defleksi/ekstensi minimal dengan sinsiput merupakan bagian terendah.
Penanganan :
a)dapat ditunggu kelahiran spontan
b)episiotomi
c)bila 1 jam dipimpin mengejan tak lahir, dan kepala bayi sudah didasar panggul, maka dilakukan ekstraksi forcep

4.Presentasi dahi
Adalah presentasi kepala dengan defleksi/ekstensi maksimal sedang dahi merupakan bagian terendah. Terjadi pada 1 dari 400 kelahiran. Biasanya akan berubah menjadi presentasi muka atau belakang kepala.
Penanganan :
a)bayi kecil maka bisa lahir spontan
b)jika pada kala 1 kepala belum masuk ke dalam rongga panggul, dapat diusahakan dengan melakukan perasat Thorn (10% bisa menjadi presentasi muka/ belakang kepala jika tidak berhasil lakukan SC
c)jalan persalinan tak lancar/pembukaan belum lengkap/janin besar dan sukar melewati PAP kemudaian terjadi molage hebat maka lakukan Sectio caesaria
d)jika janin mati lakukan pembukaan lengkap dan lakukan kraniotomi dan jika pembukaan tidak lengkap lakukan SC

5.Presentasi muka
Adalah presentasi kepala dengan defleksi/ekstensi maksimal sedang muka merupakan bagian terendah. Terjadi pada 1 dari 1000 kelahiran.
Penanganan :
a)periksa apakah ada CPD jika positif ada maka lakukan SC dan jika negatif dan kondisi baik lakukan persalinan pervaginam
b)dalam kehamilan, bila terjadi posisi mentoposterior (dagu berada di belakang) perasat Schatz
c)dalam persalinan
a. konservatif dan aktif : tidur miring kesebelah dagu, bila mentoanterior lahir spontan, bila mentoposterior ubah menjadi mentoanterior dengan perasat Thorn atau forsep jika tidak berhasil lakukan SC.
b. janin mati embriotomi

6.Letak sungsang
Adalah keadaan janin dimana letaknya memanjang dgn bagian terbawah bokong dengan atau tanpa kaki. Angka kejadian mencapai 3 % dari kelahiran.
Klasifiaksi : Ada 4 presentasi yaitu
a)presentasi bokong murni, kedua kaki menjungkit ke atas terletak dekat kepala
b)presentasi bokong kaki, kedua kaki disamping bokong dsb sempurna, bila hanya satu kaki dsb tidak sempurna
c)presentasi kaki, bgn terendah 2 kaki dsb presentasi kaki sempurna, bila hanya 1 dsb presentasi kaki tidak sempurna
d)presentasi lutut, bgn terendah 2 lutut dsb sempurna, bila hanya 1 dsb tidak sempurna
Penanganan :
a)Dalam kehamilan, Bila ditemui pada primigravida hendaknya diusahakan versi luar yang dilakukan antara 34 dan 38 minggu. Sebelum melakukan versi luar, diagnosis letak janin harus pasti dan denyut jantung janin harus dalam keadaan baik. Perlu diingat kotraindikasi versi luar ialah panggul sempit, perdarahan antepartum, hipertensi, hamil kembar, dan plasenta previa.
b)Dalam persalinan, Untuk menolong persalinan letak sungsang ini diperlukan ketekunan dan kesabaran. Pertama-tama tentukan apakah ada kelainan yang mengindikasikan untuk seksio sesarea. Apabila tidak ada, dan diperkirakan dapat dilahirkan pervaginam maka hendaknya pengawasan dilakukan secara seksama. Setelah bokong lahir, jangan menarik atau mengadakan dorongan secara Kristeller karena dapat menyulitkan kelahiran lengan dan bahu. Untuk melahirkan bahu dan kepala dapat dipilih perasat Bracht. Sedangkan untuk melahirkan lengan dan bahu dapat dipakai cara klasik yaitu Mueller / Loevset. Kepala janin dapat dilahirkan secara Mauriceau

7.Presentasi rangkap
Penanganan :
a)Pada sebagian besar kasus, penatalaksanaan kasus adalah ekspektatif oleh karena jarang mengganggu jalannya persalinan dan umumnya tangan janin secara reflektoar akan ditarik sehingga tidak lagi mengganggu jalannya persalinan.
b)Tindakan yang bisa dikerjakan adalah dengan mereposisi tangan dan menurunkan kepala kedalam jalan lahir secara bersamaan.

8.Letak lintang
Keadaan di mana sumbu panjang janin kira-kira tegak lurus dengan sumbu panjang tubuh ibu - Knee-chest position, Pada primigravida umur kehamilan kurang dari 28 minggu dianjurkan posisi lutut dada, jika lebih dari 28 minggu dilakukan versi luar, kalau gagal dianjurkan posisi lutut dada sampai persalinan. Pada multigravida umur kehamilan kurang dari 32 minggu posisi lutut dada, jika lebih dari 32 minggu dilakukan versi luar, kalau gagal posisi lutut dada sampai persalinan.

9.Presentasi ganda
Menumbungnya satu ekstremitas disisi bagian terbawah janin dan kedua bagian ini sekaligus berada didalam panggul.
Penanganan :
-Jika lengan menumbung disamping kepala, keadaan tersebut harus diawasi ketat apakah lengan keluar bersama dengan penurunan bagian terbawah janin. Jika gagal mengikuti penurunan tersebut/bila tampaknya menghalangi penurunan kepala, lengan yang menumbung tersebut secara perlahan-lahan harus didorong ke atas dan bersamaan dengan itu, kepala akan turun karena tekanan fundus uteri.
10.Kehamilan ganda
Kehamilan ganda atau kehamilan kembar adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih. Sejak ditemukannya obat-obat dan cara induksi ovulasi maka dari laporan-laporan dari seluruh pelosok dunia, frekuensi kehamilan kembar condong meningkat. Bahkan sekarang telah ada hamil kembar lebih dari 6 janin.
Penanganan :
-Bila anak satu letaknya membujur, kala satu diawasi seperti biasa ditolong seperti biasa dengan episiotomi mediolateralis.
-Setelah itu baru waspada, lakukan periksa luar, periksa dalam untuk menentukan
Keadaan janin II. Tunggu, sambil memeriksa tekanan darah itu dan lain-lain.
Biasanya dalam 10-15 menit his akan kuat lagi. Bila janin II letaknya membujur, ketuban dipecahkan pelan-pelan supaya air ketuban tidak deras mengalir keluar.Tunggu dan pimpinan persalinan anak II seperti biasa.
-Awas akan kemungkinan terjadinya perdarahan post partum, maka sebaiknya
dipasang infuse profilaksis.
-Bila ada kelainan letak anak II, melintang atau terjadi prolaps tali pusat dan
solusio plasentae, maka janin dilahirkan dengan cara operatif obstetric :
a)Pada letak lintang coba versi luar dulu.
b)Atau lahirkan dengan cara versi dan ekstrasi.
c)Pada letak kepala persalinan dipercepat dengan ekshasi vakum atau forseps.
d)Pada letak bokong atau kaki; ekstraksi bokong atau kaki.

-Indikasi section caecarea hanya pada :
a)Janin I letak lintang.
b)Terjadi prolaps tali pusat.c
c)Plasenta praevia.
d)Terjadi interlocking pada letak kedua janin 69; anak satu letak sungsang dan anak II letak kepala.
-Kala IV diawasi terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan postpartum; berikan suntikan sinto-metrin yaitu l0 satuan sintosinon tambah 0,2 mg methergin intravena.
11.Hidrocephalus
adalah pengumpulan cairan cerebrospinai di dalam ventrikel otak. Jumlah cairan berkisar 500-1500 ml. Hidrosefalus sering ditemui dalam keadaan letak sungsang. Bagaimnapun letaknya hidrosefalus menyebabkan CPD.
Penanganan :
a)awasi secara seksama resiko ruptur uteri terutama saat pembukaan belum legkap
b)presentasi kepala
pengecilan kepala : dilakukan pada pembukaan 3 cm ke atas, dengan jarum punksi besar dan panjang dilakukan pada kepala janin,cairan keluar,kepala mengecil,bahaya regangan segmen bawah rahim berkurang kepala masuk ke panggul persalinan spontan
c)presentasi bokong
pengecilan kepala : dilakukan setelah badan janin lahir buat sayatan pada kulit, otot, ligamentum pada batas antara kepala dan tulang leher dengan perforatorium,kepala ditembus melalui foramen magnum,cairan keluar,kepala mengecil
d)setelah janin lahir lakukan eksplorasi kavum uteri
e)bisa dilakukan dengan seksio sesar, atas indikasi : indikasi maternal, bayi dalam keadaan letak lintang yang tidak mudah diputar, ketidakberhasilan dekompresasi/penurunan kepala, keraguan diagnosis sementara bayinya masih hidup.
12.Prolapsus fonikuli
adalah suatu keadaan dimana bagian kecil janin berada di samping/di bawah besar janin dan bersama-sama memasuki jalan lahir.
Penanganan :
a)ketuban utuh, berbaring dengan posisi trendelenburg, dengkul-dada, dengkul-siku
b)ketuban sudah pecah,
a.pada kepala tangan, persalinan spontan bisa terjadi, jika terjadi gangguan putaran pada paksi dalam maka bisa dilakukan ekstraksi forsep
b.pada kepala lengan, dilakukan reposisi, kalau kepala sudah masuk jauh panggul reposisi tidak bisa dilakukan dan diganti dengan ekstraksi forsep, kalau gagal lakukan SC
c.kepala kaki, reposisi,SC

Kelainan Bentuk Panggul

1.Kesempitan Pintu Atas Panggul
dianggap sempit bila konjugata vera kurang dari 10 cm atau diameter transversa kurang dari 12 cm.
Penanganan :
a)panggul sempit ringan : konjugata vera kurang 10 cm lakukan partus percobaan
b)panggul sempit sedang : konjugata vera kurang dari 9 cm lakukan SC
c)panggul sempit berat : konjugata vera kurang dari 8 cm lakukan SC
d)panggul sempit absolut : konjugata vera kurang dari 6 cm lakukan SC, janin mati pun lakukan SC.
Lakukan pengawasan dengan seksama jika partus lama dan risiko dehidrasi, asidosis atasi dengan pemberian infus IV
2.Kesempitan Pintu Tengah Panggul
dikatakan sempit jika jumlah diameter transversa dan sagitalis 13,5 cm atau kurang, dan diameter antar spina kurang dari 9 cm. Ukuran yang penting yang ada di panggul tengah adalah
a)diameter transversa : 10. 5 cm
b)diameter anterioposterior : 11,5 cm
c)diameter sagitalis posterior : 5 cm
Penanganan :
a)lahir pervaginam lakukan dengan cara ekstraksi vakum,jika dgn forsep maka akan memeperkecil ruang jalan lahir
b)kalau diameter antarspina kurang dari 9 cm lakukan SC
3.Kesempitan Pintu Bawah Panggul
pintu bawah panggul dianggap sempit jika jarak antar tuberiskii 8 cm atau kurang. Kalau jarak ini berkurang maka arcus pubis akan meruncing. Pada kondisi ini juga ditemukan diameter transversa + daimeter sagitalis posterior kurang dari 15 cm(normal ny 11 cm + 7,5 cm =18,5 cm).
Penanganan :
SC sangat jarang dilakukan. Persalinan dilakukan secara pervaginam yang dipermudah dengan ekstraksi forcep dengan sebelumnya dilakukan episiotomi secara luas untuk mencegah terjadinya ruptur perinei

Faktor Posisi Ibu

1.Berbaring
Kalangan medis akrab menyebutnya dengan posisi litotomi. Pada posisi ini, ibu dibiarkan telentang seraya menggantung kedua pahanya pada penopang kursi khusus untuk bersalin. Keuntungan posisi ini, dokter bisa leluasa membantu proses persalinan. Pasalnya jalan lahir menghadap langsung ke dokter/bidan, sehingga dokter/bidan lebih mudah mengukur perkembangan pembukaan. Lainnya, waktu persalinan pun bisa diprediksi secara lebih akurat. Selain itu, tindakan episiotomi bisa dilakukan lebih leluasa, sehingga pengguntingannya bisa lebih bagus, terarah, serta sayatannya bisa diminimalkan. Begitu juga dengan posisi kepala bayi yang relatif lebih gampang dipegang dan diarahkan. Dengan demikian, bila ada perubahan posisi kepala, bisa langsung diarahkan menjadi semestinya.
Kekurangan dari cara bersalin konvesional ini, letak pembuluh besar berada di bawah posisi bayi dan tertekan oleh massa/berat badan bayi. Apalagi jika letak ari-ari juga berada di bawah si bayi. Akibatnya, tekanan pada pembuluh darah bisa meninggi dan menimbulkan perlambatan peredaran darah balik ibu. Pengiriman oksigen melalui darah yang mengalir dari si ibu ke janin melalui plasenta pun jadi relatif berkurang. Untuk mengantisipasi hal ini biasanya beberapa saat sebelum pembukaan lengkap, dokter meminta pasien untuk berbaring ke kiri dan atau ke kanan. Dengan demikian suplai oksigen dan peredaran darah balik ibu tidak terhambat.

2.Berbaring Miring
Cara ini memang tidak lazim dilakukan ibu-ibu di Indonesia. Jika memilih cara ini ibu harus berbaring miring ke kiri atau ke kanan. Salah satu kaki diangkat, sedangkan kaki lainnya dalam keadaan lurus. Posisi ini akrab disebut posisi lateral. Keunggulan posisi ini, peredaran darah balik ibu bisa mengalir lancar. Pengiriman oksigen dalam darah dari ibu ke janin melalui plasenta juga tidak terganggu. Alhasil karena tidak terlalu menekan, proses pembukaan akan berlangsung secara perlahan-lahan sehingga

Cara ini memang tidak lazim dilakukan ibu-ibu di Indonesia. Jika memilih cara ini ibu harus berbaring miring ke kiri atau ke kanan. Salah satu kaki diangkat, sedangkan kaki lainnya dalam keadaan lurus. Posisi ini akrab disebut posisi lateral. Keunggulan posisi ini, peredaran darah balik ibu bisa mengalir lancar. Pengiriman oksigen dalam darah dari ibu ke janin melalui plasenta juga tidak terganggu. Alhasil karena tidak terlalu menekan, proses pembukaan akan berlangsung secara perlahan-lahan sehingga persalinan berlangsung lebih nyaman. Posisi melahirkan ini juga sangat cocok bagi ibu yang merasa pegal-pegal di punggung atau kelelahan karena mencoba posisi yang lain.
Sayangnya, posisi miring menyulitkan dokter untuk membantu proses persalinan. Dalam arti, kepala bayi susah dimonitor, dipegang, maupun diarahkan. Dokter pun akan mengalami kesulitan saat melakukan tindakan episiotomy.

3. Jongkok
Walau tidak lazim pada orang Indonesia bagian barat, cara bersalin jongkok sudah dikenal sebagai posisi bersalin yang alami bagi ibu di beberapa suku di Papua dan daerah lainnya. Oleh karena memanfaatkan gravitasi tubuh, ibu tidak usah terlalu kuat mengejan. Sementara bayi pun lebih cepat keluar lewat jalan lahir. Tak heran karena berbagai keunggulan tersebut, beberapa tempat bersalin di Jakarta menerapkan posisi persalinan ini untuk membantu pasiennya. Kelemahannya, melahirkan dengan posisi jongkok amat berpeluang membuat kepala bayi cedera. Soalnya, tubuh bayi yang berada di jalan lahir bisa meluncur cepat ke bawah. Untuk menghindari cedera, biasanya ibu berjongkok di atas bantalan empuk yang berguna menahan kepala dan tubuh bayi. Untuk sebagian dokter, posisi ini dinilai kurang menguntungkan karena menyulitkan pemantauan perkembangan pembukaan dan tindakan-tindakan persalinan lainnya, semisal episiotomy.

4. Setengah duduk
Posisi yang paling umum diterapkan di berbagai RS/RSB di segenap penjuru tanah air. Pada posisi ini, pasien duduk dengan punggung bersandar bantal, kaki ditekuk dan paha dibuka ke arah samping. Posisi ini cukup membuat ibu nyaman. Kelebihannya, sumbuBerhubungan dengan kemampuan, keterampilan dan pengetahuan seorang penolong dalam melakukan tindakan

Faktor Psikologi Ibu 
 Membantu pasien memperjelas serta mengurangi beban perasaan dan pikiran selama proses persalinan
 Membantu mengambil tindakan yang efektif untuk pasien.
Membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri

6. Pencegahan distosia dan deteksi dini

pencegahan :
- Status gizi ibu saat hamil
- Senam hamil secara teratur
- Mengontrol kehamilan
- Persiapan mental menjelang persalinan
- Asuhan persalinan yang baik
jalan lahir yang perlu ditempuh janin untuk bisa keluar jadi lebih pendek. Suplai oksigen dari ibu ke janin pun berlangsung optimal. Kendati begitu, posisi persalinan ini bisa memunculkan kelelahan dan keluhan punggung pegal. Apalagi jika proses persalinan tersebut berlangsung lama.
*Status gizi ibu saat hamil
Pada Saat hamil status gizi ibu harus baik,sehingga tenaga ibu saat melahirkan akan bagus
*melakukan senam hamil secara teratur
Senam hamil perlu untuk melemaskan otot-otot,selain itu pada senam hamil juga di ajarkan cara-cara bernapas saat persalinan dan posisi-posisi persalinan yang baik, tentunya posisi persalinan adalah posisi yang dirasakan nyaman oleh ibu
*Mengontrol kehamilan
Dengan sering mengontrol kehamilan ,minimal 4 kali dalam masa kehamilan,dapat mendeteksi sedini mungkin bila ada kelainan,seperti ukuran bayi yang tidak sesuai dengan usia kehamilan .Biasanya Dokter juga akan memberikan konseling dan pengetahuan tentang kehamilan dan persalinan pada ibu
*Persiapan mental menjelang kehamilan
Ketakutan & Kecemasan akan berpengaruh pada psikologi ibu,sehingga ibu perlu kesiapan mental menjelang kelahiran
*Asuhan persalinan yang baik
Sikap ramah dan jaminan keamanan penolong (Bidan/Dokter) kepada ibu,akan membangun rasa percaya diri ibu dan rasa percayanya pada tenaga penolong.
*Tidak mengejan sebelum diperintah oleh bidan/dokter
Mengejan yang tidak teratur akan mengurangi tenaga ibu melahirkan
*Memantau persalinan dengan patograf
Patograf merupakan suatu metode grafik untuk merekam kejadian-kejadian pada perjalanan persalinan.jika perjalanan persalinannya masih sesuai grafik,maka masih bisa di usahakan untuk melahirkan normal,tapi jika tidak,maka segera lakukan operasi.
*Waktu rujukan yang tepat
Sebaiknya jika pasien melahirkan di puskesmas dan disitu hanya ada bidan,kemudian terjadi hal-hal yang tidak normal seperti persalinan tidak maju dan sudah aterm tapi belum masuk panggul ,yang mungkin dikarenakan oleh bayi normal,tetapi panggul ibu yang sempit atau panggul ibu normal dan ukuran bayi yang besar,dan bidan puskemas tidak bisa lagi menangani,maka sebaiknya cepat dirujuk ke rumah sakit dan jangan menunda-nunda,karena jika terlambat akan berakibat fatal bagi ibu & bayinya.

-Deteksi dini

.Anamnesis
*Identitas ibu,seperti nama & umur
*Riwayat kehamilan (GPA)
Riwayat persalinan
*Riwayat penyakit ibu
.Pemeriksaan
-umum :
`keadaan umum : inspeksi dari kepala sampai kaki,anemia/tidak,scabies/tidak
`Berat badan
`Tanda vital : tekanan darah,nadi,pernapasan,suhu tubuh
-khusus :
~Pemeriksaan antenatal
~USG
~Laboratorium untuk pemeriksaan gula darah

7. Pengaruh distosia terhadap anak dan ibu




8. Penanganan pada kasus ini
Dapat dilakukan seksio caesarea sedini mungkin untuk mencegah hal yang tidak diinginkan pada ibu dan bayi

KESIMPULAN

Berdasarkan analisa kasus distosia yaitu
 Keluhan persalinan tidak maju.
 Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital batas normal,
 tinggi fundus 2 jari bawah prosesus xyphoideus,
 punggung di kiri ibu,
 bagian terendah kepala dan u
 Jarak antara simfisi pubis-tinggi fundus uteri 38 cm,
 lingkar perut ibu 98 cm.
 Denyut jantung janin 130 x/menit. His 3 x dalam 10 menit dengan durasi 40-45 detik.
 TBJ = 3724gr

Ditarik kesimpulan Pasien tersebut dalam gravid aterm dan memasuki kala 1 fase laten, dan his yang dikeluarkan adekuat. Sehingga kelompok kami mendiagnosis CPD ( Cephalo pelvic disproportion ) Sesuai dengan hasil analisa

Daftar Pustaka

Dorland, W.A . Newman, 2002, Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29,Penerbit buku kedokteran EGC,Jakarta

Prawirohardjo, Sarwono , 2009, Ilmu Kebidanan Edisi keempat cetakan kedua , PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo,Jakarta

Norwits, Errol & John Schorge, 2002, At a Glance : Obstetri & Ginekologi, edisi kedua ,Erlangga

Despopoulos, Agemamnon.1998, Atlas berwarna dan Teks fisiologi,edisi keempat

Guyton &hall, 1997, Fisiologi kedokteran ,EGC

www.scribd.com
www.bkkbn.com
www.medicastro.com

Special Thanks to our Tutor dr.Eddy Tiro SP.OG (K